Mewaspadai Efek Harga Komoditas ke Ekonomi

JAKARTA. Ketidakpastian perekonomian global membawa risiko baru bagi ekonomi Indonesia. Meskipun di sisi lain Indonesia juga menikmati rezeki nomplok dari kenaikan harga komoditas.

Namun saat ini, harga sejumlah komoditas energi dan pangan mulai melandai beberapa hari terakhir. Sebab ada kekhawatiran permintaan melemah akibat terjadinya resesi. Hal ini juga akan berdampak terhadap Indonesia, baik dari sisi ekspor maupun anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.

Badan Pusat Statistik mencatat, sejumlah harga komoditas andalan ekspor Indonesia melemah. Terutama, harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) yang turun hingga 12,57% month to month (mtm) pada Juni 2022, meski secara tahunan naik 49.45% year on year (yoy).

Harga bijih besi juga turun 2,47% mtm, bahkan turun turun 39,03% yoy. Sementara harga batubara, naik tipis 1,7% mtm, meski secara tahunan masih naik tinggi 152,28% yoy. Adapun harga minyak mentah naik 6,09% mtm dan naik sebesar 62,67% yoy.

Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, Indonesia masih akan menikmati berkah harga komoditas (windfall) selama masih terjadi disrupsi pasokan global akibat perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan.

“Walaupun melandai, tetapi jika harga komoditas tetap tinggi seperti sekarang ini, Indonesia akan tetap dapat windfall dan penerimaan perpajakan tetap tinggi, baik dari pajak ekspor, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak penghasilan (PPh),” ujar Iskandar, Senin (18/7).

Sementara Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan, untuk merespon volatilitas harga, APBN tetap konsisten sebagai shock absorber. Selain itu, saat harga komoditas tinggi juga menjadi momentum untuk penguatan bantalan untuk mengantisipasi ketidakpastian.

Kemkeu mencatat, penerimaan negara sepanjang semester I-2022 mencapai Rp 1.317,2 triliun, tumbuh 48,5% yoy. Ini terutama didorong naiknya harga komoditas migas maupun nonmigas.

Fokus inflasi

Ekonom MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi melihat, harga CPO masih akan tertekan dalam satu hingga dua bulan ke depan sejalan dengan suplai yang meningkat. Sementara harga batubara, diperkirakan masih akan meningkat selama perang Rusia dan Ukraina belum menemukan resolusi positif.

“Kalau ada penurunan harga di semester kedua, tetapi secara musiman di kuartal keempat akan naik lagi karena musim dingin,” kata Tirta.

Sementara harga minyak mentah global diperkirakan masih akan berada pada kisaran US$ 100 per barel hingga US$ 110 per barel. Alhasil, hal ini masih akan berdampak positif, baik terhadap ekspor maupun APBN. “Di semester kedua kemungkinan surplus masih tinggi, cuma memang akan cenderung melambat sesuai dengan volume perdagangan yang memang turun,” tambahnya.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai, sejauh ini pergerakan komoditas masih tinggi dan baru meningkat setelah penurunan pada minggu lalu.

Dan nampaknya (kenaikan harga komoditas CPO dan batubara) masih akan berlangsung hingga beberapa waktu ke depan,” kata Riefky, menanggapi kondisi ini.

Meskipun demikian, pemerintah tetap perlu antisipasi dengan fokus dalam menangani inflasi, terutama yang ditimbulkan oleh barang impor seperti migas dan bahan baku akibat tingginya biaya produksi. Selain itu, perlindungan masyarakat miskin dan rentan terhadap daya beli masyarakat juga perlu terus menjadi fokus pemerintah.

Sumber : Harian Kontan Selasa 19 Juli 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only