Tax Amnesty II Kelar, Kini Penegakan Hukum Gencar

Program Pengungkapan Sukarela diikuti sebanyak 247.918 wajib pajak dan PPh Rp 61 triliun.

JAKARTA. Pemerintah memastikan tak akan memperpanjang maupun menggelar lagi program pengampunan pajak di masa pendatang. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) bakal menggencarkan pengawasan hingga penegakkan hukum, setelah berakhirnya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak alias Tax Amnesty II.

Perlu diketahui, Program Tax Amnesty II yang berlangsung selama enam bulan sejak 1 Januari hingga 30 Juni 2022, telah diikuti oleh 247.918 wajib pajak dengan 308.059 surat keterangan. Nilai harta yang diungkap wajib pajak, mencapai Rp 594,82 triliun.

Adapun besaran pajak penghasilan (PPh) yang diterima oleh kas negara mencapai Rp 61,01 triliun. Angka ini, jauh dari harapan Ditjen Pajak yang sebesar Rp 70 triliun. Angka tersebut juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan uang tebusan Tax Amnesty Jilid I 2016-2017 yang mencapai Rp 114 triliun.

Secara terperinci, deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi oleh wajib pajak mencapai Rp 512,57 triliun. Sementara itu, deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 59,91 triliun. Adapun harta yang diinvestasikan kembali telah mencapai Rp 22,34 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pihaknya tidak akan lagi menggelar program pengampunan pajak selanjutnya. Alhasil, program ini bakal menjadi pengampunan terakhir dari pemerintah.

Menurut Menkeu, Ditjen Pajak akan memanfaatkan data yang telah dikantongi dari program Tax Amnesty II, lembaga keuangan, juga hasil pertukaran informasi untuk kepentingan perpajakan alias Automatic Exchange of Information (AEoI). Data akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kepatuhan pajak hingga proses penegakan hukum.

“Data akan menjadi baseline untuk melakukan upaya-upaya enforcement dan penegakan hukum secara konsisten bagi seluruh wajib pajak,” kata Sri Mulyani, Jumat (1/7).

Masih ada tantangan

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, basis data Ditjen Pajak akan membaik sejalan dengan bertambahnya pasokan informasi dari wajib pajak peserta Tax Amnesty II. Hanya saja, pemerintah perlu mempercepat penyelesaian sistem inti administrasi perpajakan alias Core Tax System agar pencocokan informasi tersebut, bisa berbasis analisis big data.

Ia juga mengingatkan bahwa masih ada sejumlah tantangan yang bakal dihadapi Ditjen Pajak. Pertama, aggresive tax planning yang bakal masih menjadi momok bagi banyak negara karena PPh dikenakan atas penghasilan kena pajak.

“Dengan cara penghitungan PPh seperti ini, pengakuan pendapatan dan biaya bisa diatur-atur karena ada di ranah akuntansi dan kontrak,” kata Prianto kepada KONTAN.

Kedua, isu transfer pricing yang belum memberikan kepastian hukum lantaran cara penetapan harga transfer menggunakan asumsi. Alhasil, asumsi wajib pajak berpeluang besar berbeda dengan petugas pajak.

Sumber : Harian Kontan Sabtu 02 Juli 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only