Ternyata Begini Modus Benang dan Kain Impor Banjir di RI

Banjir impor tekstil utamanya di sektor hulu masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah. Pelaku industri mengungkapkan bahwa banyak kain dan benang impor yang menggerogoti pasar pabrik tekstil lokal.

“Importir lakukan praktik impor yang kadang nggak sesuai prosedur, ini titik lemah kita yang digunakan mereka, plus Bea Cukai kurang tegas,” kata Ketua Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) Redma Gita Wirawasta kepada CNBC Indonesia.

Beberapa cara yang kerap dilakukan adalah dengan melalui impor borongan, under name, under invoice (harga dan volume), transhipment serta pelarian HS. Alhasil bahan baku bisa membanjiri pasar tekstil dalam negeri.

Secara data Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode 2019-2021, telah terjadi penurunan jumlah impor produk kain dengan tren sebesar 21,56%. Sedangkan pada 2020-2021, terjadi peningkatan jumlah impor sebesar 7,16%. Namun, Redma yakin kenyataan di lapangan bakal lebih besar.

“Kalau impor secara resmi nggak akan naik, karena udah ada safeguard, ada tata niaga, clear nggak akan naik. Karena aturan seperti ini safeguard cukup besar, orang impor nggak untung. Tapi tanpa prosedur, dia pakai borongan, under invoice, harga misal per lembar Rp 40.000 dia masukin Rp 20.000, jadi bayar pajak kecil. Dengan aturan yang ada, data resmi BPS naik nggak signifikan. Tapi di market beda,” katanya.

Potensi pelanggaran yang terjadi di lapangan memerlukan tindakan tegas dari petugas. Jika tidak, bahkan justru membiarkan impor masuk dengan bebasnya, maka industri tekstil bakal semakin tertekan.

“Kuartal III kalau Bea Cukai nggak kencang (pengawasan) impornya, akan tetap naik lagi, terutama garmen kelihatannya jadi target utama,” sebut Redma.

Sumber : cnbcindonesia.com


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only