Begini Cara Hitung Pajak UMKM Versi Terbaru

Jakarta, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali melakukan sosialisasi terkait dengan keringanan pajak bagi UMKM.

Seperti diketahui, pemerintah telah membebaskan pajak bagi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun. Pembebasan ini berdasarkan Undang-Undang HPP No 7 Tahun 2021.

Aturan tax exemption ini dimuat dalam Pasal 7 ayat 2a yang berbunyi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 tahun pajak.

“Kebijakan ini adalah implementasi UU HPP untuk memberikan asas keadilan dan mendorong UMKM untuk terus berkembang,” tulis Ditjen Pajak di akun Instagram resminya @ditjenpajakri, Senin (22/8/2022).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa aturan ini berarti Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan peredaran bruto tertentu, atas bagian penghasilan sampai dengan Rp 500 juta, tidak dikenai Pajak Penghasilan.

Terkait dengan prasyarat, Neil menuturkan DJP tidak memberikan persyaratan khusus bagi WP OP UMKM yang memilih menggunakan skema PP 23 untuk berhak atas batas peredaran bruto yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) tersebut di setiap tahun pajaknya.

Untuk memudahkan masyarakat menghitung pajak tersebut, Neil membagikan contoh perhitungan sebagai berikut:

1. Kondisi A: WP OP UMKM memilih untuk menggunakan skema PP23 dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya memiliki jumlah peredaran bruto dalam satu tahun pajak sebesar Rp 450 juta. Maka Wajib Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Penghasilan, karena jumlah peredaran bruto yang dimiliki tidak melebihi Rp 500 juta dalam satu tahun pajak.

2. Kondisi B: WP OP UMKM memilih untuk menggunakan skema PP23 dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya memiliki peredaran bruto dalam satu tahun pajak sebagai berikut:
– Jumlah peredaran bruto sampai dengan bulan ke-5 sebesar Rp 490 juta.
– Jumlah peredaran bruto sampai dengan bulan ke-6 sebesar Rp 540 juta.
– Jumlah peredaran bruto sampai dengan bulan ke-7 sebesar Rp 570 juta atau Rp 30 juta khusus di bulan ke-7

Maka pengenaan Pajak Penghasilan Final PP 23 sebagai berikut:

– Pada bulan ke-1 hingga ke-5, Wajib Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Penghasilan Final, karena jumlah peredaran bruto yang dimiliki belum melebihi Rp 500 juta.
– Pada bulan ke-6, Wajib Pajak dikenakan Pajak Penghasilan Final dengan penghitungan:
= 0.5% x ( Rp 540 juta – Rp 500 juta )
= 0.5% x Rp 40 juta
– Pada bulan ke-7, Wajib Pajak dikenakan Pajak Penghasilan Final dengan penghitungan 0.5% x Rp 30 juta

Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi lebih lanjut, silakan bertanya ke Kring Pajak 1500-200 atau mengikuti kanal media sosial DJP di @ditjenpajakri yang tersedia di Instagram, Twitter, dan Facebook.

Sumber: CNBC Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only