Melihat Nasib Indonesia saat Dunia Jatuh ke Jurang Resesi

Jakarta – Resesi ekonomi menjadi hantu menyeramkan bagi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Ekonomi dunia saat ini memang sedang baik-baik saja, terutama selepas pandemi Covid-19 mereda.

Melihat laporan perkembangan ekonomi global yang mengkhawatirkan, semakin sadar bahwa jurang krisis dan resesi ada di depan mata.

Komoditas energi yang melesat membuat inflasi melambung tinggi. Panasnya inflasi bikin bank sentral dunia memutuskan mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga. Pada akhirnya, ini dianggap sebagai pemantik resesi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan memperkirakan resesi tahun depan adalah sebuah keniscayaan. Perkiraan tersebut tak lepas dari kenaikan bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara seperti AS dan Inggris untuk meredam gejolak inflasi.

Lantas, bagaimana nasib Indonesia?

Sri Mulyani menuturkan kinerja sektor eksternal Indonesia sangat positif, didukung neraca perdagangan yang melanjutkan tren surplus serta ekspor dan impor bulan Agustus 2022 yang merupakan tertinggi sepanjang masa.

Aktivitas manufaktur Indonesia masih terus menguat dengan tekanan inflasi bulan Agustus yang semakin berkurang. Peningkatan konsumsi listrik juga berlanjut, menunjukkan terus tumbuhnya aktivitas ekonomi masyarakat.

Bahkan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh lebih baik di tahun 2022, sejalan dengan proyeksi yang dilakukan oleh lembaga internasional terkemuka seperti ADB sebesar 5,4%, IMF 5,3%, Bloomberg 5,2%, dan Bank Dunia 5,1%.

“Ini tentu karena kinerja dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua yang cukup tinggi, dan saat ini sampai kuartal ketiga juga menunjukkan aktivitas yang masih sangat cukup kuat,” kata Sri Mulyani.

Bahkan, kinerja manufaktur Indonesia mencatat ekspansi di tengah tren pelemahan manufaktur di negara-negara besar, seperti Eropa, China dan Amerika Serikat (AS).

Kondisi ini tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) per Agustus 2022. PMI Manufaktur Indonesia bulan Agustus 2022 tercatat sebesar 51,7, atau meningkat dari bulan lalu sebesar 51,3.

Sri Mulyani mengungkapkan dari negara-negara Asean-5 dan G20, hanya 24% negara-negara di dunia yang PMI-nya masih mengalami akselerasi, yaitu Thailand, Rusia, Vietnam dan Indonesia. Sementara itu, 40% negara-negara maju sudah mengalami kontraksi, yakni Eropa, Jerman, Italia, Inggris, Tiongkok dan Turki.

Namun, kondisi global jauh berbeda dari posisi Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap semua pihak mewaspadai kondisi ini.

Dari sisi fiskal, dia mengatakan surplus APBN Agustus kembali meningkat, ditopang kinerja pendapatan yang baik dan belanja yang tumbuh positif.

Pendapatan negara, kata Sri Mulyani, melanjutkan kerja yang baik, didukung semua komponen pendapatan yang tetap tumbuh tinggi. “Hingga Agustus 2022 pendapatan negara tercapai Rp 1.764,4 triliun atau 77,9% dari pagu, tumbuh 49,8 persen (yoy).”

Secara nominal, realisasi komponen Pendapatan Negara yang bersumber dari penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.171,8 triliun, penerimaan Bea dan Cukai Rp206,2 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 386,0 triliun.

Kinerja penerimaan pajak bahkan tumbuh positif, konsisten sejak April 2021 sejalan dengan pemulihan ekonomi. Realisasi penerimaan Pajak sampai dengan akhir Agustus 2022 tercapai sebesar Rp 1.171,8 triliun atau 78,9% dari pagu.

“Ini sudah melampaui sebelum pre-pandemi, yaitu 2019. Kenaikan pajak 58,1% dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkap Sri Mulyani dalam APBN Kita Agustus, Senin (26/9/2022).”

Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada periode Januari-Agustus 2022 dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan harga komoditas sejak tahun 2021, pemulihan ekonomi, dampak insentif, serta dampak kebijakan PPS, penyesuaian tarif PPN dan kompensasi BBM.

Sri Mulyani mengingatkan bahwa pemerintah tetap hati-hati karena kondisi ekonomi global dan indikatornya perlu diwaspadai.

“Berapa lama ekonomi dunia diperkirakan melemah, pasti akan rembes dan memberikan dampak ke dalam negeri dan akan mempengaruhi penerimaan pajak kita,” tegasnya.

Sebagai catatan, dalam RAPBN 2023, pemerintah sendiri telah menyiapkan bantalan perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp 479,1 triliun.

Anggaran ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar Rp 240,2 triliun dan Rp 319,7 triliun pada 2022.

Anggaran tersebut akan digunakan untuk melanjutkan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN), Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah. Selain itu, dana tersebut juga akan dimanfaatkan untuk memperbaiki basis data penerima bantuan melalui pembangunan data Registrasi Sosial Ekonomi, perbaikan perlinsos, dan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Sumber : CNBC Indonesia


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only