Ditengah Penolakan Sebagian Anggota G20, Bahlil Perjuangkan Hilirisasi Indonesia

JAKARTA –  Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkit negara-negara maju yang dulu menerapkan kebijakan proteksionisme saat ini justru mengecam Indonesia yang tengah gencar menerapkan kebijakan hilirisasi untuk mengembangkan industri berkelanjutan dengan mulai menyetop ekspor barang mentah.

“Bapak-Ibu semua kita ditantang negara-negara di Eropa untuk hilirisasi, sebab negara-negara itu enggak setuju Indonesia bangun hlirisasi, kemarin waktu di G20 kluster investasi,” ucap Bahlil dalam BNI Investor Daily Summit di JCC, Jakarta, Rabu (12/10/2022).

Dalam perhelatan tersebut, Bahlil menjelaskan telah memperjuangkan empat poin, yakni hilirisasi hasil tambang, kolaborasi dengan UMKM, pemerataan dana investasi dan harga karbon.

“Selama 3,5 bulan kami debat dengan menteri-menteri Investasi dan ekonomi di negara-negara G20, mereka yang menyetujui untuk dimasukkan salah satu kesempatan bersama-sama tentang hilirisasi,” ucapnya.

Ditengah penolakan saat itu Bahlil menyatakan sebelum negara-negara tersebut menuju puncak anak tangga menjadi negara maju, maka mereka tersebut juga melakukan hilirisasi secara protektif.

“Saya pidato depan mereka, saya katakan bahwa tuan-tuan, apakah tuan-tuan lupa bahwa negara tuan-tuan sebelum menjadi negara maju masih negara berkembang, sebelum perang dunia kedua. Dari anak tangga satu menuju puncak anak tangga, itu tuan-tuan melakukan dengan cara hilirisasi, dan hilirisasi yang tuan-tuan lakukan sangat protektif,” ucapnya.

Bahlil menyebutkan bahwa Inggris melarang ekspor wool mentah pada abad 16 untuk mendorong industri tekstil dalam negeri. Kebijakan tersebut menjadikan Inggris sebagai pusat tekstil Eropa dan menjadi modal lahirnya revolusi industri modern.

Kemudian Amerika Serikat (AS) menerapkan pajak impor sangat tinggi di abad 19 dan awal abad 20. Tujuannya, untuk mendorong industri dalam negeri. Di awal abad ke-20, pajak impor AS 4 kali lipat pajak impor Indonesia saat ini walaupun saat itu PDB per kapita negara Paman Sam kurang lebih sama dengan Indonesia saat ini.

Kemudian Tiongkok, sebelum bergabung WTO menerapkan TKDN sampai 90 persen untuk otomotif. Kebijakan tersebut juga diterapkan Inggris untuk beberapa perusahaan otomotif di tahun 1980-an dengan peraturan TKDN sampai 80 persen. Kebijakan TKDN banyak digunakan negara maju untuk memastikan investasi berdampak positif bagi ekonomi lokal.

Sementara itu, untuk Finlandia hingga tahun 1987 melakukan pembatasan kepemilikan asing untuk memberdayakan pelaku usaha lokal. Perusahaan yang dimiliki asing di atas 20 persen dikategorikan sebagai perusahaan “berbahaya”. Kebijakan itu dulu juga diberlakukan oleh berbagai negara maju.

“Sekarang kita Indonesia mengikuti jejak mereka untuk menjadi negara maju, terus tuan-tuan gak mau?. Tunjukkan kepada kami, jalan apa yang kami harus ditempuh untuk mencapai puncak tangga? Jangan sampai ada dusta di antara kita,” pungkas Bahlil.

Tak hanya itu, Bahlil menyebut kebijakan hilirisasi sumber daya alam yang dilakukan oleh Indonesia dengan menyetop barang mentah sampai digugat di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Menurut Bahlil, seharusnya negara G20 tidak boleh ada yang merasa lebih hebat dari negara lainnya karena sudah sama-sama merdeka.

“Yang dibutuhkan adalah kolaborasi jadi stop, cara-cara lama karena Indonesia mau maju. Masa kalian dulunya negara berkembang melarang kalian punya bahan baku untuk ekspor, sekarang bagian kami, kalian marah? emang kami ini bagian subordinate (bawahan) daripada negara kalian? saya ngomong begitu,” ujar Bahlil mencontohkan ucapannya kala itu.

Meski dengan proses yang panjang, Bahlil menjelaskan bahwa pada akhirnya negara maju bersepakat mendukung hilirisasi

Sumber : investor.id


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only