Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 memuat ketentuan penting terkait dengan biaya penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang terkait dengan pekerjaan atau jasa.
Beleid ini memberikan dasar hukum yang memungkinkan pengurangan biaya tersebut dari penghasilan bruto pemberi kerja, asalkan natura dan/atau kenikmatan tersebut berkaitan dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan.
Selanjutnya, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2023, pemerintah mendefinisikan mengenai biaya yang dapat dikaitkan dengan 3M penghasilan terkait dengan natura tersebut. Ada dua jenis biaya imbalan yang diatur dalam PMK ini.
Pertama, biaya imbalan sehubungan dengan pekerjaan, yang mencakup penggantian atau imbalan yang timbul dari hubungan kerja antara pemberi kerja dan pegawai. Kedua, biaya imbalan sehubungan dengan jasa, yang mencakup penggantian atau imbalan yang muncul dari transaksi jasa antar wajib pajak.
Pasal 2 ayat (4) PMK 66/2023 menjelaskan bahwa pengeluaran untuk biaya penggantian atau imbalan … dalam bentuk kenikmatan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Sementara itu, pengeluaran untuk biaya penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang mempunyai masa manfaat kurang dari 1 tahun dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran.
Pemberi kerja, pemberi imbalan, atau pemberi penggantian harus melaporkan biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura bersama pegawai dan/atau penerima imbalan atau penggantian dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).
Menurut Nur Fitri, Fungsional Penyuluh Pajak DJP, biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan/jasa agar dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus berkaitan dengan 3M.
Apabila natura dan/atau kenikmatan memenuhi kriteria 3M maka biaya tersebut dapat mengurangi penghasilan bruto. Namun, jika biaya pemberian natura dan kenikmatan ternyata tidak memenuhi definisi biaya 3M, maka natura dan kenikmatan itu tidak dapat dibiayakan, meskipun merupakan objek PPh bagi pegawai (taxable-nondeductible).
Adapun DJP berencana untuk menerbitkan petunjuk teknis lebih lanjut terkait dengan definisi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) atas pemberian natura dan kenikmatan.
Hal ini sebagai upaya untuk memberikan lebih banyak kejelasan kepada wajib pajak. Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, mengatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan wajib pajak mengenai pemberian natura/kenikmatan yang memenuhi definisi biaya 3M sedang dikumpulkan oleh DJP dan akan diberikan penegasan dalam bentuk surat edaran dirjen pajak.
Perlu diingat bahwa ketentuan mengenai biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura berkenaan dengan pekerjaan atau jasa sebagai pengurang penghasilan bruto berlaku sejak 1 Januari 2022.
Dengan begitu banyak perubahan dalam regulasi perpajakan, pemahaman yang kuat dan kepatuhan dalam pelaporan SPT PPh Badan sangat penting untuk menghindari potensi masalah perpajakan di masa depan.
Sumber : News.ddtc.co.id
Leave a Reply