Mengurai Polemik “Family Office” Bebas Pajak

BERAGAM pro dan kontra menyertai wacana pembentukan family office sebagai upaya pemerintah menarik minat orang asing ultrakaya (ultra-high-net-worth individual/UNWHI) berinvestasi di dalam negeri.

Rencana ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dan kabarnya sudah memperoleh restu Presiden Joko Widodo.

Saat ini, Presiden telah menugaskan pembentukan tim khusus untuk mengkaji rencana kebijakan tersebut (Kompas.com, 2/7/2024).

Family office sebenarnya merupakan istilah yang masih baru dan awam di masyarakat. Namun, polemik menjadi muncul karena adanya gagasan untuk membebaskan pajak atas orang ultrakaya yang berinvestasi melalui family office tersebut.

Beberapa pihak menilai pemberian insentif ini tidak mencerminkan prinsip keadilan pajak yang mestinya memajaki progresif orang ultrakaya sesuai kemampuan ekonominya.

Terlebih lagi, ada desakan untuk mulai menerapkan kebijakan pajak khusus bagi orang superkaya di tengah meningkatnya kesenjangan ekonomi dan kebutuhan anggaran (Kompas.com, 1/3/2024).

Namun, meski terkesan tidak progresif, membebaskan pajak atas family office sebenarnya bisa menghasilkan dampak positif bagi perekonomian dalam jangka panjang karena akan meningkatkan jumlah masuknya modal investasi dari luar negeri (foreign direct investment/FDI).

Family office, yang secara harfiah berarti “kantor keluarga”, merujuk pada perusahaan firma yang fungsinya memberikan layanan pengelolaan harta dan keuangan secara khusus bagi keluarga yang kekayaannya berjumlah besar.

Analoginya, family office seakan menjadi pundi penyimpanan harta dan modal investasi milik sebuah keluarga. Potensi investasi besar tersebut membuat banyak negara akhirnya saling berkompetisi menarik minat pendirian family office.

Di kota-kota sentra keuangan global seperti Dubai, London, dan New York, besarnya perputaran modal family office telah menjadi salah satu bahan bakar utama yang menggerakkan roda perekonomian.

Saat ini, diperkirakan ada sekitar 6.000 family office di dunia dengan total aset kelolaan (assets under management, AUM) mencapai 11,4 triliun dollar AS (Rp 183.626 triliun).

Di Asia, destinasi family office terbesar saat ini ada di Singapura dan Hong Kong. Terdapat lebih dari 3.700 family office di kedua kawasan tersebut dengan total asetnya mencapai 3,9 triliun dollar AS (Rp 63.860 triliun). Mayoritas berasal dari keluarga ultrakaya yang tinggal di Tiongkok.

Singapura, sebagai sentra bisnis di Asia Tenggara, mulai membuka perizinan mendirikan family office bagi orang asing sejak awal tahun 2000-an. Kini, negara kota tersebut memiliki lebih dari 1.400 family office dengan total aset mencapai Rp 1.080 triliun.

Besarnya aset family office membawa efek positif bagi perekonomian Singapura dan Hong Kong. Berbagai sektor ekonomi, khususnya perbankan dan pariwisata, menerima banyak aliran modal dari family office. Keduanya pun sukses menjadi pusat pariwisata dan keuangan di Asia.

Predikat surga pajak yang diemban Singapura dan Hong Kong menjadi keunggulan yang menarik minat investor asing mendirikan family office. Kedua pemerintahan sama-sama membebaskan seluruh pajak atas penghasilan dari keuntungan investasi dan dividen.

Sumber : kompas.com


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only