JAKARTA. Dalam dokumen APBN KiTa Edisi Februari 2025 yang sempat diunggah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi pendapatan negara per 31 Januari 2025 turun 28,3 persen menjadi Rp 157,32 triliun.
Penurunan tersebut disebabkan oleh anjloknya penerimaan perpajakan sebesar 34,5 persen menjadi Rp 115,18 triliun.
Hal ini disumbang oleh penerimaan pajak yang turun 41,9 persen, padahal penerimaan kepabeanan dan cukai naik 14,75 persen.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan bahwa penurunan penerimaan negara ini menandakan adanya penurunan kemampuan riil ekonomi publik dan sinyal krisis administrasi perpajakan akibat Coretax.
“Harus diakui bahwa salah satu biang keladi anjloknya penerimaan pajak adalah permasalahan implementasi Coretax, sistem administrasi perpajakan yang diluncurkan per 1 Januari 2025,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (12/3/2025).
Sistem Coretax yang digadang-gadang dapat meningkatkan efisiensi dan optimalisasi penerimaan pajak, justru menjadi batu sandungan besar bagi pengumpulan pendapatan negara.
Akibat Coretax yang bermasalah, banyak wajib pajak mengeluh tidak dapat menyetor, melapor, atau mengakses layanan pajak dasar. Hal ini membuat penerimaan yang seharusnya dibukukan pada Januari tertunda atau bahkan gagal masuk ke kas negara.
Bahkan, kegagalan Coretax dinilai dapat berdampak luas pada stabilitas sosial dan ekonomi nasional.
“Ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan persoalan mendasar yang mengancam kelangsungan fiskal negara. Ketika sistem perpajakan gagal berfungsi optimal, basis penerimaan negara lumpuh, dan pemerintah tidak memiliki ruang fiskal untuk menjalankan program-program prioritas,” jelasnya.
Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai yang tercatat naik 14,75 persen menjadi Rp 26,29 triliun, dinilai tidak cukup kuat untuk menopang fiskal.
Pasalnya, proporsi penerimaan dari bea dan cukai hanya sekitar 15 persen dari total penerimaan perpajakan nasional.
Artinya, meski sektor ini tumbuh, tidak akan mampu menutup lubang akibat penerimaan pajak yang anjlok.
“Kita tahu bahwa rasio pajak Indonesia masih rendah, sekitar 10,4 persen PDB, yang berarti ketergantungan pada sektor pajak penghasilan, PPN, dan sektor domestik sangat tinggi,” ungkapnya. “Ketika sistem administrasi seperti Coretax error, penerimaan utama negara otomatis terganggu, dan ini akan langsung menekan likuiditas APBN,” sambungnya.
Sumber : detik.com
Leave a Reply