Wajib Pajak Masih Nakal, Kebocoran Menganga

Di tengah seretnya penerimaan, kebocoran pajak ternyata masih menganga. Terbaru, ada indikasi ratusan wajib pajak melakukan penghindaran pajak.

Berdasarkan hasil penelusuran Direktorát Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu), jumlah wajib pajak yang diduga melakukan praktik tersebut mencapai 463 wajib pajak.

Angka ini meningkat dibanding jumlah wajib pajak yang diumumkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto pada awal November lalu.

Kala itu, jumlahnya sebanyak 282 wajib pajak. “Setelah kami coba telusuri, ini masih dugaan ya, ini prejudice of innocence sekitar 463 wajib pajak,” papar Bimo, Selasa (25/11).

Bimo menjelaskan, dugaan pelanggaran yang ditemukan berkaitan dengan sejumlah skema untuk menghindari kewajiban negara. Modus yang dicurigai mencakup penghindaran pungutan ekspor, pengabaian kewajiban domestic market obligation.
(DMO), kewajiban pajak dalam negeri, serta indikasi adanya dividen terselubung.

Sebelumnya, Bimo mengungkapkan Ditjen Pajak telah mengidentifikasi sebanyak 282 wajib pajak yang diduga terlibat dalam praktik manipulasi ekspor serupa.

Dari jumlah itu, 257 wajib pajak menggunakan modus pelaporan barang ekspor sebagai Palm Oil Mill Effluent (POME) pada periode 2021- 2024, dengan total nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) mencapai Rp 45,9 triliun.

Padahal, POME tidak layak ekspor dalam jumlah besar dan dikenakan tarif pajak yang berbeda atau lebih rendah dibandingkan dengan komoditas sebenarnya.

Selain itu, 25 wajib pajak lainnya diduga menggunakan modus fatty matter sepanjang tahun 2025 dengan nilai PEB sekitar Rp 2,08 triliun.

“Ditjen Pajak mengestimasikan potensi kerugian negara dari sisi pajak akibat praktik underinvoicing fatty matter pada 2025 mencapai sekitar Rp 140 miliar. Temuan ini berlonjakan awal dari deteksi anomali ekspor fatty matter ke China sepanjang tahun berjalan,” jelas Bimo.

Sebagai tindak lanjut, Ditjen Pajak kini tengah melakukan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya, yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN, guna memastikan kepatuhan perpajakan dan kebenaran nilai transaksi yang dilaporkan.

Penegakan hukum

Pemeriksaan ini akan menjadi dasar untuk menentukan langkah penegakan hukum berikutnya, termasuk kemungkinan peningkatan status ke tahap penyidikan apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup.

Bimo menegaskan, Ditjen Pajak menerapkan pendekatan multidoor, dalam penegakan hukum, dengan menggandeng berbagai lembaga seperti Satgassus OPN Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ekonom Center of Reform on Economic Yusuf Rendy Manilet menekankan pentingnya integrasi data lintas instansi, mulai dari invoice, sistem perbankan, hingga bill of lading dan data referensi internasional.untuk menekan praktik under invoicing tersebut. Yusuf menilai pendekatan manual saja tak cukup tanpa dukungan teknologi dan koordinasi antarlembaga.

Selain pengawasan, Yusuf juga menilai pemerintah harus membenahi insentif, Dengan demikian, pelaku usaha tidak lagi memilih jalur manipulasi nilai transaksi.

Sumber : Harian Kontan, Rabu, 26 November 2025, Hal 2.


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only