Selai mengerek setoran pajak dan PNBP, pemerintah menggerojok anggaran bantuan sosial
Pemerintah merevisi postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 menjelang akhir tahun. Revisi itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023. Beleid yang diteken Presiden Joko Widodo ini merevisi Perpres Nomor 130/2022 mengenai perincian APBN 2023.
Melalui perpres teranyar, Presiden Jokowi mengerek penerimaan perpajakan menjadi Rp 2.118,34 triliun atau naik 4,8% dari target awal APBN 2023 yang tertuang dalam Perpres 130/2023 yang sebesar Rp 2.021,2 triliun.
Sebenarnya perubahan target APBN 2023 telah disampaukan pemerintadh ke Komisi XI DPR pada Juli Jalu, sebagai prognosa anggaran akhir tahun. Secara umum, angka yang tercantum pada Perpres anyar ini sama dengan prognosa. Hanya perinciannya sedikit berbeda.
Di antaranya, setoran pajak penghasilan (PPh) yang ditargetkan Rp 1.049 trilun, sesmestasa pada progosa selyesar Rp 1.040,8 triliun.
Lalu, target pajak pertambahan nilai dan pajak perjualan barang mewah (PPN dan PPnBM) yang dalam Perpres 75/2023 dipatok Rp 731,04 triliun, turun dibandingkan prognosa Rp 742,3 triliun
Dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), pemerintah juga mengerek target sebesar 18,86% dari Rp 441,39 triliun metjadi Rp 515,8 triliun dalam Perpres 75/2023 Salah satunya pos kekayaan negara yang dipisahkan (KND) dari Rp 49,1 triliun menjadi Rp 81,53 triliun, terutama berasal dari setoran dividen badan usaha milik negara (BUMN).
Pada akhir 2023, pemerintah menambah dana untuk aneka bantuan sosial 8153 trilus, tentama berasa dari setoran dividen badan usaha milik negara (BUMN)
Yang jelas, dengan anggarar penerimaan negara yang lebih tinggi dari target awal, pemerintah memiliki ruang lebih luas untuk memanfaatkan belanja. Karena itu, pemerintah merevisi ke atas séjumlah anggaran belanja tahun ini
Anggara belanja yang di maksud yakni belanja pelayanan umum di unit pengelolaan belarja lainnya yang meningkat dari target awal APBN 2023 sebesar Rp 117,84 triliun merjadi Rp 155,04 triliun sedangkan belanja program ekonomi meningkat 13.71% menjad Rp 349,29 triliun.
Dus, untuk belanja pernerintah pusat pada bagian anggaran Bendahara Umum Ne gara (BUN) ikut meningkat meryadi Rp 405,29 triliun, dari sebelumnya Rp 349,29 triliun.
Pemanfaatan SAL
Pada akhir tahun ini, atau menjelang Pemilu 2024, pemerintah juga meluncurkan berbagai macam bantuan sosial (bansos) untuk mengantisipasi efek El Nino Dana yang dibutuhkan tak sedikat.
Antara lain untuk tambahan bantuan beras pada Desember dengan anggaran Rp 2,67 triliun. Lalu, bantuan langsung tunai El Nino untuk November-Desember dengan kebutuhan Rp 7,52 triliun.
Juga penguatan sektor perumahan, seperti pemberian PPN ditanggung pemerintah (DTP), bantuan biaya administrasi, juga pembebasan PPN untuk rumah bersubsidi. Kebutuhan anggaran insentif yang berlaku hingga 2024 mencapai Rp 3,2 triliun,
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata tak menjawab saat dihubungi KONTAN terkait hal ini. Sebelumnya Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo menyebutkan, pemerintah telah memakai Sisa Angsaran Lebih (SAL) sebesar Rp 70 triliun pada tahun ini.
Aniggaran its digunakan untak menutup belanja lantaran pemerintah juga mengurangi penerbitan surat berharga negara (SBN) sejalan risiko tinggi imbal hasil (yield)
“Pemanfaatan SAL untuk mengurangi penerbitan SBN agar risiko utang lebih terkendali dengan tetap memelihara kepercayaan investor,” kata Wahyu, belum lama ini.
Konsumsi Melemah, Setoran PPN Menyusut
PEMERINTAH memangkas target penerimaan pajak konsumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 mengenai perincian APBN 2023
Dalam Perpres anyar, pemerintah menetapkan target penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sebesar Rp 731,04 triliun. Angka ini menurun dibandingkan target awal yang tertuang dalam Perpres 130/2022 sebessur Rp 742,95 triliun.
Senior Analyst Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny Sasmita mengatakan, lebih rendahnya target setoran pajak konsumsi tersebut mencerminkan bahwa pemerintah melibat aktivitas ekonomi yang lebih
rendah dari perkiraan semula.
“Sesak kuartal III tampak konsumsi terihat agak loyo, performa ekspor agak melemah, ditambah dengan kenaikan harga beberapa bahan pokok, kata Ronny.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply