Berakhirnya Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen

Setahun sebelumnya, pesan serupa juga pernah disampaikan pimpinan tertinggi di otoritas perpajakan nasional tersebut ketika mengisi konferensi pers APBN edisi November 2023.

Dalam kebijakan pajak nasional, UMKM memang menjadi salah satu sektor ekonomi sasaran yang banyak menerima insentif pajak.

Pada APBN 2024, sebesar 21,2 persen dari belanja perpajakan senilai Rp 374,5 triliun diarahkan untuk mengembangkan UMKM.

Selama ini, insentif tersebut dirasakan dalam bentuk tarif pajak penghasilan sangat rendah bagi UMKM yang omzetnya dalam setahun tidak melebihi Rp 4,8 miliar. Ketika baru mulai berlaku pada 2013, tarif pajaknya ditetapkan hanya 1 persen dari omzet.

Setelah lima tahun berjalan, ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018 yang kembali memperkecil tarifnya menjadi 0,5 persen. Kebijakan tersebut masih berlaku hingga saat ini. Hanya saja, PP 23/2018 membunyikan aturan baru yang memunculkan batasan waktu atas pemanfaatan insentif tersebut.

Bagi UMKM berbentuk perseroan terbatas (PT), batas waktunya adalah tiga tahun. Sementara itu, bagi UMKM berbentuk koperasi, firma, dan persekutuan komanditer (CV), batas waktunya ditetapkan empat tahun. Khusus untuk UMKM orang pribadi, batas waktunya lebih longgar hingga mencapai tujuh tahun.

Bagi UMKM yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sejak tahun 2018 atau sebelumnya, jangka waktunya dihitung sejak 2018 saat mulai berlakunya PP 23/2018.

Sementara bagi UMKM yang baru memiliki NPWP pada 2019 atau setelahnya, jangka waktunya dihitung sejak tahun mulai terdaftar sebagai wajib pajak.

Sebagai contoh, apabila orang pribadi pengusaha UMKM baru memiliki NPWP pada 2020, maka insentif pajak 0,5 persen tersebut akan berlaku selama 7 tahun pajak/fiskal hingga 2026.

Bagi UMKM orang pribadi yang telah memanfaatkan pajak 0,5 persen sejak 2018, tahun 2024 akan menjadi tahun terakhir dalam jangka waktu 7 tahun tersebut.

Mulai Januari 2025, tarif pajak sebesar 0,5 persen tersebut tidak lagi bisa digunakan. Sebagai gantinya, akan dikenakan tarif progresif sesuai yang berlaku umum dalam perhitungan pajak penghasilan orang pribadi.

Adanya pembatasan waktu selama tujuh tahun sejatinya dimaksudkan sebagai masa pembelajaran bagi pelaku UMKM agar menyelenggarakan pembukuan keuangan sebelum dikenai tarif pajak progresif sesuai Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan.

Melalui pembukuan, pelaku UMKM diharapkan mencatat secara teratur seluruh transaksi jual-beli, serta pengeluaran dan pendapatan dalam aktivitas usahanya selama setahun penuh.

Dengan demikian, dapat dihitung nilai keuntungan atau kerugian bersih yang sebenarnya diperoleh.

Sumber : kompas.com


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only