Ditjen Pajak keker pajak berdasarkan sektor usaha, begini respons Apindo

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menentukan daftar sasaran penerimaan pajak berdasarkan sektor usaha dari 2021 hingga 2024. Caranya dengan menguji kepatuhan material bidang usaha terkait.

Terdekat, Dijen Pajak akan membidik sektor informasi dan komunikasi, industri makanan dan minuman, perdagangan, serta industri farmasi dan kesehatan di tahun 2021.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengatakan, sepanjang wajib pajak bisa memenuhi kewajiban perpajakannya, maka tentunya harus memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara. Selama sektor terkait bisa menjalankan aktivitas produksinya dengan lancar.

“Yang penting jangan sektor usaha bermasalah yang malah dikejar, karena di satu sisi banyak dunia usaha yang masih terdampak pandemi saat ini,”kata Hariyadi kepada Kontan.co.id, Senin (22/3).

Hariyadi menambahkan, dalam situasi pemulihan ekonomi hingga saat ini, pengusaha masih butuh dukungan dari pemerintah. Misalnya, stimulus modal kerja dan pelonggaran terhadap restrukturisasi, hingga mitigasi risikonya.

“Model restrukturisasinya yang tepat. Sekarang kan dipindahkan di belakang (pinjaman perbankan). Nanti menuju ke arah normal, tidak bisa (bayar) jadi repot, jadi harus ada fleksibilitas dari pemerintah dan otoritas yang juga harus mendukung perbankan, agar debitur-nya malah jangan nanti yang digencet,” ujar Hariyadi.

Adapun setelah mengejar arget sektor usaha pada 2021 tersebut, otoritas akan menggali potensi pajak sektor jasa keuangan, elektronik, konstruksi, serta pertanian, perikanan, dan kehutanan di tahun 2022.

Selanjutnya, menelisik pajak sektor pertambangan, akomodasi, tekstil, dan pakaian jadi di tahun 2023. Lalu, otoritas bakal mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor usaha real estat dan industri pendukungnya di tahun 2024.

Berdasarkan informasi yang didapat Kontan.co.id, untuk mengejar pundi-pundi penerimaan negara dari sektor usaha prioritas, Ditjen Pajak telah mengatur enam langkah teknis strategis.

Pertama, penyusunan dan sosialisasi/bimtek modul gali potensi (galpot) sektoral. Teknik penggalian potensi ini menggunakan metode equalisasi biaya di surat pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) dan SPT Masa PPh.

Kedua, pemetaan wajib pajak di setiap kantor wilayah (Kanwil) Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berdasarkan sebaran, potensi dan risiko. Cara ini sejalan dengan rencana otoritas untuk membangun 18 KPP Madya baru pada bulan Mei tahun ini.

Ketiga, penggunaan compliance risk management (CRM) untuk penentuan resiko atau prioritas wajib pajak berdasarkan sistem.

Keempat, pengumpulan dan pemanfaatan data melalui Approweb sebuah perangkat lunak yang dimiliki Ditjen Pajak dalam rangka penyandingan data internal dan data eksternal yang digunakan sebagai cara untuk melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak.

Pengumpulan data juga berasal dari Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan (KPDL) oleh Ditjen pajak. Bahkan, sektor usaha prioritas tersebut akan ditelisik berdasarkan pengamatan intelijen.

Kelima, analisis dan tindak lanjut Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Informasi Keuangan (P2DK) sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ/2020 tentang Kebijakan Pengawasan dan Pemeriksaan Wajib Pajak dalam Rangka Perluasan Basis Pajak.

Keenam, analisis kebutuhan data eksternal dan penentuan prioritas data lembaga, asosiasi, atau pihak lain (ILAP) yang mendukung fokus sektoral.

Sumber: Kontan.co.id. Selasa, 23 Maret 2021.


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only