Bursa Asia Berguguran, Hanya Shanghai Melesat Sendiri

Jakarta — Bursa saham Asia ditutup di zona merah pada perdagangan Senin (22/3/2021), setelah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali naik siginifikan pada perdagangan Kamis (18/3/2021) waktu AS.

Hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup di zona hijau pada hari ini, di mana indeks saham Negeri Panda ditutup meroket 1,14% ke 3.443,44.

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah pada hari ini. Tercatat indeks Nikkei Jepang ditutup longsor 2,07% ke 29.174,15, Hang Seng Hong Kong melemah 0,36% ke 28.885,34, STI Singapura turun 0,21% ke 3.128,08, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,13% ke 3.035,46.

ready viewed Sementara untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ditutup tertekan pada perdagangan hari ini, di mana indeks saham acuan RI tersebut merosoto 0,87% ke level 6.301,13.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi hari ini kembali turun menjadi Rp 10 triliun dan terpantau investor asing menjual bersih (net sell) sebanyak Rp 413 miliar di pasar reguler.

Di China, melesatnya indeks saham Negeri Panda didorong oleh penguatan saham perbankan dan infrastruktur.

Indeks Shanghai juga melesat setelah bank sentral China (People Bank of China/PBoC) tetap mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya untuk pinjaman perusahaan dan rumah tangga.

PBoC mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya periode Maret 2021 dan tetap dipertahankan selama 11 bulan berturut-turut.

Hal ini tentunya sesuai dengan ekspektasi pasar sebelumnya, di mana para pengamat dan analis dalam jajak pendapat Reuters suku bunga pinjaman acuan 1 tahun tetap di level 3,85% dan suku bunga pinjaman acuan 5 tahun tetap di 4,65%.

Sementara itu di Jepang, indeks sahamnya terjatuh karena perusahaan pembuat mobil terpukul setelah kebakaran di pabrik milik pemasok semikonduktor, Renesas Electronics membuat kekhawatiran tentang lebih banyak kekurangan pasokan chip yang mempengaruhi produksi kendaraan.

Selain itu, keputusan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang hanya membeli ETF yang terkait dengan Topix juga menjadi pelemahan indeks Nikkei hari ini.

“Hari ini kami mengalami pertemuan faktor negatif seperti kebakaran di pabrik Renesas dan kebingungan pasar setelah langkah BOJ. Namun secara fundamental, pasar kemungkinan akan mengalami koreksi di tengah kekhawatiran tentang kenaikan imbal hasil obligasi AS, ” kata Shinichi Ichikawa, Anggota Senior di Pictet Asset Management, dikutip dari Reuters.

Di lain sisi, Lira anjlok 15% mendekati level terendah sepanjang masa setelah pasar dibuka menyusul keputusan mengejutkan pada akhir pekan lalu, di mana Presiden Turki Tayyip Erdogan mengganti gubernur bank sentral Turki, setelah kenaikan tinggi suku bunga acuan bank sentral tersebut.

Di Amerika Serikat (AS), Pelaku pasar mulai mengendus adanya kemungkinan pemerintahan Presiden Joseph ‘Joe’ Biden untuk menaikkan tarif pajak. Maklum, pemerintah butuh pemasukan untuk membiayai pembengkakan pengeluaran, termasuk untuk paket stimulus bernilai US$ 1,9 triliun.

“Ini (kenaikan tarif pajak) sudah patut menjadi hal yang dianggap serius. Ini akan segera dibicarakan dan akan menjadi kenyataan,” tutur Quincy Krosby, Chief Market Strategist di Prudential Financial, seperti dikutip dari Reuters.

“Dalam 6-8 bulan ke depan, pasar akan semakin khawatir dengan isu tersebut,” tambah Jonathan Golub, US Equity Strategist di Credit Suisse, juga dikutip dari Reuters.

Pada masa kampanye, Biden memang mengusulkan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 21% menjadi 28%. Rencana ini mendapat dukungan dari Janet Yellen, Menteri Keuangan AS.

Menurut riset Citi, kenaikan tarif PPh dari 21% menjadi 25% saja sudah menggerus laba emiten anggota S&P 500 sekitar 4-5%. Kalau tarif naik sampai 28%, maka laba akan turun 6-7%.

Sumber: CNBCIndoensia.com Senin, 22 Maret 2021.


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only