DJP: Semua Proses Ungkap Harta Sukarela Lewat Saluran Elektronik

Ditjen Pajak (DJP) sedang mempersiapkan sistem teknologi informasi untuk mengakomodasi pemberlakuan program pengungkapan sukarela pada awal tahun depan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (29/10/2021).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan nantinya, seluruh proses pengungkapan harta secara sukarela hingga terbitnya Surat Keterangan akan dilakukan melalui saluran elektronik.

“Semuanya dilakukan otomatis (full automated),” ujar Neilmaldrin.

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), wajib pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Selain mengenai program pengungkapan sukarela, ada pula bahasan terkait dengan insentif tax holiday yang akan terimbas ketentuan pajak minimum global.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Sosialisasi UU HPP

DJP tengah menyiapkan seluruh aturan pelaksana dari UU HPP, termasuk terkait dengan kebijakan pengungkapan sukarela. Setelah seluruh aturan pelaksana selesai, DJP akan mulai melaksanakan sosialisasi UU HPP dengan sejumlah asosiasi.

“Kita tunggu dulu rancangan PP dan PMK serta aturan pelaksana di bawahnya. Nanti kami jalankan [sosialisasi],” kata Neilmaldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP.

Kebijakan Insentif Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah sedang mengkaji opsi kebijakan insentif apabila proposal Pilar 2 – yang memuat kebijakan pajak korporasi minimum global sebesar 15% – berlaku.

Dari beragam opsi yang sedang dibahas, sambung Neilmaldrin, kebijakan perluasan fasilitas pajak berupa insentif tax allowance dan investment allowance juga bakal dipertimbangkan pemerintah.

“Jika terdapat penerbitan ketentuan perpajakan terbaru, akan segera kami diseminasikan kepada masyarakat luas,” katanya.

PMK SBN Khusus Program Pengungkapan Sukarela

Pemerintah mulai menyusun peraturan menteri keuangan (PMK) yang akan mengatur penerbitan surat berharga negara (SBN) khusus untuk menampung harta peserta program pengungkapan sukarela.

Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Deni Ridwan mengatakan PMK tentang SBN khusus tersebut akan diselesaikan dan diinformasikan kepada publik sebelum program pengungkapan sukarela dimulai. Beleid ini disusun bersama antara DJPPR dan Dirjen Pajak (DJP).

Diskon Angsuran PPh Pasal 25

Insentif diskon angsuran PPh Pasal 25 masih banyak diminati wajib pajak pada tahun ini. sebagian besar pemanfaatan insentif diskon angsuran PPh Pasal 25 datang dari pelaku usaha perdagangan. Sektor ini mendominasi pemanfaat insentif yang ditujukan untuk membantu likuiditas pelaku usaha tersebut.

“Serapan insentif angsuran PPh Pasal 25 sampai dengan saat ini didominasi dari sektor perdagangan,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.

Evaluasi Pemberian Insentif Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah secara berkala mengevaluasi pemberian berbagai insentif perpajakan pada masa pandemi. Ketika pandemi Covid-19 mulai terkendali dan ekonomi berangsur pulih, insentif pajak kini hanya ditujukan bagi sektor tertentu yang masih membutuhkan.

“Insentif pajak masih kami berikan meskipun jumlah scope sektornya makin kecil. Pada sektor yang sudah pulih, berbagai insentif yang kami berikan dalam rangka menghadapi Covid-19 sudah kami phase out,” katanya.

Omzet WP OP UMKM Rp500 Juta Tidak Kena Pajak

Kementerian Keuangan memandang ketentuan batasan peredaran bruto tidak kena pajak pada UU HPP diperlukan untuk menciptakan keadilan horizontal. Skema PPh final yang selama ini dimanfaatkan UMKM tidak mencerminkan keadilan horizontal mengingat adanya perbedaan antara pelaku usaha dengan wajib pajak karyawan.

Terdapat komponen biaya yang menjadi beban bagi pelaku UMKM. Bila memanfaatkan skema PPh final, biaya-biaya yang ditanggung UMKM dalam menjalankan usahanya tidak bisa dijadikan sebagai pengurang pajak.

“Dengan batasan peredaran bruto yang tidak dikenai PPh final Rp500 juta setahun, diharapkan akan tercipta keadilan horizontal sekaligus memberikan insentif bagi pelaku UKM untuk mengembangkan usahanya,” tulis Kementerian Keuangan dalam Laporan APBN Kita.

Sumber : DDTCNews, Juma’t 29 Oktober 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only