JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak banyak mengalami kekalahan dalam sengketa dengan wajib pajak. Akibatnya harus membayar atau mengembalikan dana pembayaran pajak alias restitusi dengan nilai meningkat pada 2020 ketimbang 2019.
Direktorat Potensi Penerimaan dan Kepatuhan Pajak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Ihsan Priyawibawa menyebut, realisasi restitusi pajak akibat kalah sengketa hukum pada 2020 sebesar Rp 26,7 triliun. Angka tersebut meningkat 10,9% dibandingkan dengan realisasi di tahun 2019 senilai 23,79 triliun.
Nilai yang harus dibayar pemerintah karena konsekuensi kekalahan Ditjen Pajak tersebut, setara dengan 15,5% dari total realisasi restitusi pajak sepanjang tahun lalu. Adapun realisasi restitusi pajak tahun 2019 mencapai Rp 171,9 triliun tumbuh 19% year on year (yoy).
Sebagai gambaran, berdasarkan data statistik Pengadilan Pajak Kemkeu per tanggal 3 Maret 2020, total penyelesaian sengketa pajak sejak tahun 2013 hingga 2019 mencapai 69.518 sengketa. Dari angka tersebut, 45,7% atau sebanyak 31.818 sengketa, dimenangkan oleh wajib pajak dengan hasil putusan mengabulkan seluruhnya.
Pada prinsipnya, wajib pajak, terutama pengusaha kena pajak (PKP), berhak mengajukan restitusi pajak apabila merasa membayar lebih banyak pajak masukan daripada pajak keluaran atas aktivitas bisnisnya. Restitusi pajak umumnya berupa pajak pertambahan nilai (PPN).
Ketentuan pelaksanaan tata cara restitusi PPN ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Selain restitusi akibat kekelahan sengketa hukum, Kemkeu juga mencatat, realisasi restitusi dipercepat pada tahun 2020 lalu mencapai Rp 43,4 triliun. Angka ini tumbuh tinggi mencapai 37,1% yoy.
Sementara itu, realisasi restitusi yang berjalan normal pada tahun lalu sejumlah Rp 101,8 triliun. Angka itu tumbuh 15,7% yoy.
“Sepanjang tahun 2020, pertumbuhan tertinggi adalah atas restitusi dipercepat yang tumbuh hingga 37,11%. Ini seiring dengan meningkatnya pemanfaatan insentif fiskal oleh wajib pajak di tengah pandemi,” kata Ihsan, Sabtu (9/1).
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyayangkan besarnya restitusi pajak akibat kalah sengketa hukum yang meningkat. Menurut dia, masalah Ditjen Pajak tak hanya data, tapi juga sumber daya manusia (SDM).
“Jadi tak hanya bukti, terkadang dasar hukum maupun argumen dari Ditjen Pajak yang lemah,” kata Fajry, Minggu (10/1).
Sumber: Harian Kontan, Selasa 12 Jan 2021 hal 2

WA only
Leave a Reply