Pajak Ekspor Nikel akan Diterapkan, Picu Kerugian bagi Pebisnis?

Pada awal Agustus 2022, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, memaparkan jika pajak ekspor nikel masih menjadi wacana dan perlu didiskusikan lebih lanjut. Sebab, hal ini membutuhkan diskusi teknik dan formula secara mendetail serta momen dalam penerapannya, dikutip Liputan6.com, Selasa (2/8). 

Namun, seorang pejabat senior pemerintah mengatakan pada 1 Agustus, bahwa pemerintah berencana untuk mengeluarkan kebijakan pajak ekspor nikel pada kuartal ketiga tahun 2022. 

Dalam penerapan pajak ekspor nikel, menurut Wakil Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, dikutip dari Katadata pada Sabtu (20/8), Indonesia hanya mengenakan pajak NPI dan Feronikel berdasarkan harga nikel dan batu bara yang digunakan dalam produksi sebagai sumber energi. 

Namun, berdasarkan beberapa sumber pemberitaan, pemerintah telah merilis PP RI No. 26/2022 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Di dalam beleid yang diterbitkan 15 Agustus 2022 ini, pajak ekspor diberlakukan untuk semua jenis komoditas nikel kandungan nikel rendah selain Nickel Pig Iron (NPI), Feronikel (FeNi).

Pada lampiran PP RI No. 26/2022 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada halaman 18, semua komoditas pemurnian seperti Nickel Matte, Ferro Nickel (FeNi), Nickel Oksida, Nickel Hidroksida,  Nickel MHP, Nickel HNC, Nickel Sulfida, Kobalt Oksida, Kobalt Hidroksida, Kobalt Sulfidal, Krom Oksida, Logam Krom, Mangan Oksida, Magnesium Oksida, Magnesium Sulfat pada akhirnya juga dikenakan pajak ekspor!

For your information, jumlah pajaknya pun tidak main-main, semua komoditas hasil pengolahan nikel tersebut dimeteraikan pajak ekspor sebesar 5% per ton dari harganya, tapi ingat, harga nikel di pasar internasional tidak pasif dan terus bergejolak seiring dengan perkembangan situasi global.

Angka 5% ini begitu tinggi, apalagi pajak ekspor yang diterapkan bersifat progresif. Sudah menjadi rahasia umum, industri pertambangan dapat menghasilkan berpuluh-puluh bahkan jutaan ton. Jika dalam setiap hari volume produksinya tidak berkepastian, dari point of view pebisnis, tentu penghitungan pajak tersebut akan membebani proses produksi.

Jika boleh bergeser pada sudut pandang masyarakat dan pebisnis, rencana pemerintah mengenai kebijakan pajak ekspor nikel ini cukup menyulitkan langkah pebisnis. Apalagi jika pajak yang diterapkan bersifat progresif! Walau kebijakan ini diyakini akan menciptakan keadilan usaha di industri pertambangan dalam negeri, tapi perlu diingat bahwa dalam berbisnis ada beberapa pihak yang terlibat yakni negara, investor, dan pengusaha. 

Rizal Kasli, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, menerangkan jika pajak ekspor progresif diterapkan maka akan menimbulkan risiko. Pemerintah harus memikirkan dan mendiskusikan dengan matang dan bijak.

Sebab, industri mineral khususnya bidang yang bergerak pemurnian mineral nikel serta turunannya, memiliki karakteristik yang unik. Mulai dari teknologi canggih yang memiliki nilai investasi cukup mahal, risiko investasi yang cukup besar, dan harga nikel di pasar global juga memiliki tingkat pergolakan yang cukup tinggi.

Sumber : kompasiana.com


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only