Pajak Natura Bisa Ciptakan Kesetaraan Perlakuan dan Keadilan bagi WP

Jakarta. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 yang mengatur tentang perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan.

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan implementasi pajak natura dan/atau kenikmatan bakal menciptakan kesetaraan perlakuan dan keadilan antara wajib pajak.

“Yang dikedepankan adalah kesetaraan perlakuan dan keadilan di antara wajib pajak,” katanya dalam acara Indonesia Menyapa Siang Pro3 RRI, Rabu (12/7/2023).

Bawono menuturkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mulai mengatur perlakuan PPh atas natura dan/atau kenikmatan. Pada rezim yang lama, natura dan/atau kenikmatan itu bukan menjadi objek PPh sehingga menimbulkan ketidaksetaraan perlakuan pajak.

Terlebih, fenomena promosi di sosial media dengan menggunakan influencer juga saat ini makin sering terjadi. Tak jarang, influencer tersebut dibayar dalam bentuk fasilitas atau barang yang sulit dipajaki.

Melalui UU HPP dan PMK 66/2023, pemerintah berupaya mendorong keadilan sistem pajak dengan menjadikan natura dan/atau kenikmatan sebagai objek PPh. Meski demikian, tidak semua natura dan/atau kenikmatan menjadi objek pajak.

PMK tersebut memuat batasan nilai (threshold) untuk natura/kenikmatan tertentu atau dari sisi penerimanya sehingga secara tidak langsung hanya menyasar kelompok pegawai tertentu yang menerima natura di luar aspek atau nilai kepantasan.

Pada PMK 66/2023 juga terdapat pengecualian atas natura/kenikmatan yang sifatnya alat penunjang kerja, fasilitas daerah tertentu, makanan-minuman dengan kriteria tertentu, hingga tempat tinggal komunal.

Pengecualian sebagai objek PPh juga diberikan terhadap natura/kenikmatan yang diterima di tahun 2022 sehingga memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.

Bawono menilai PMK 66/2023 juga telah memberlakukan prinsip simetris antara natura/kenikmatan yang menjadi objek pajak (taxable income) dan natura/kenikmatan yang dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto pemberi kerja (deductible expense).

Adapun natura dan kenikmatan yang dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto oleh pemberi kerja tersebut harus memenuhi kriteria biaya-biaya untuk menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan (3M).

“Dari sisi penerimanya natura/kenikmatan ini akan taxable, sedangkan dari sisi pemberi kerja deductible,” ujarnya.

Sebagai informasi, natura adalah imbalan atau penggantian dalam bentuk barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya dari pemberi kepada penerima. Sementara itu, kenikmatan adalah imbalan berupa hak atas pemanfaatan suatu fasilitas atau pelayanan tertentu.

Sumber : ddtc.co.id


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only