Faisal Basri: Pajak Hilirisasi 0, Anak Buah Luhut Balas Gini

Pemerintah mengungkapkan hilirisasi, khususnya dari komoditas nikel, sudah berdampak pada perekonomian negara, salah satunya dari penerimaan pajak.

Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari hilirisasi nikel RI pada 2022 disebutkan sudah mencapai Rp 7,36 triliun, naik 21,6 kali dari penerimaan pajak pada 2016 yang tercatat sebesar Rp 0,34 triliun.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto.

Pernyataan ini merespons pernyataan ekonom senior INDEF Faisal Basri yang menyebut, perusahaan smelter nikel bebas pajak keuntungan badan karena menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih.

Seto menyangkal, semua pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri mendapatkan tax holiday 20 tahun. Dia menjelaskan, nyatanya, hanya 2 smelter yang memperoleh tax holiday 20 tahun, dan selebihnya rata-rata mendapatkan tax holiday 7-10 tahun tergantung besaran investasinya.

Perusahaan smelter yang mendapatkan tax holiday 20 tahun hanya bagi perusahaan yang berinvestasi sebesar Rp 30 triliun atau lebih.

“Klaim Faisal Basri bahwa negara menerima pendapatan negara yang kecil akibat pelarangan ekspor, karena para smelter tersebut mendapatkan tax holiday 20 tahun. Di sini Faisal Basri tidak memahami ketentuan tax holiday di Indonesia sehingga mencapai kesimpulan yang salah. Tax holiday 20 tahun diberikan
dengan investasi sebesar 30 triliun atau lebih. Jika kurang dari itu, maka akan menyesuaikan periodenya, antara 5-15 tahun. Insentif tax holiday ini hanya untuk PPh Badan, pajak-pajak lainnya tetap harus dibayar,” papar Seto dalam keterangan resmi, dikutip Senin (14/08/2023).

Berdasarkan data pemberian tax holiday tahun 2018-2020, lanjutnya, rata-rata perusahaan smelter memperoleh tax holiday 7-10 tahun. Dia menyebut, hanya ada 2 perusahaan smelter yang memperoleh tax holiday 20 tahun, di mana saat ini hanya 1 yang beroperasi.

“Masih ada banyak juga smelter yang tidak memperoleh tax holiday karena tidak memenuhi persyaratan selain nilai investasi. Setelah periode tax holiday habis, maka mereka harus membayar pajak sesuai ketentuan,” ucapnya.

Dia pun memaparkan, untuk smelter-smelter yang dibangun periode 2014-2016 dan memperoleh tax holiday selama 7 tahun, saat ini sudah memulai membayar PPh Badan. Dengan mencocokkan data Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) perusahaan-perusahaan yang memperoleh tax holiday (KBLI 24202), dan penerimaan perpajakan dari KBLI tersebut, Seto menyebut, dapat terlihat tren peningkatan yang signifikan dari pendapatan perpajakan tahun 2016-2022.

“Penerimaan perpajakan tahun 2022 dari sektor hilirisasi nikel adalah Rp 17,96 triliun, atau naik sebesar 10,8x dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp 1,66 triliun. Untuk pendapatan PPh Badan tahun 2022 adalah Rp 7,36 triliun atau naik 21,6x dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp 0,34 triliun,” paparnya.

Jika kebijakan ekspor bijih nikel tetap dilakukan dengan menggunakan data tahun 2019, menurutnya pendapatan pajak ekspor hanya sebesar US$ 0.11 miliar atau sekitar Rp 1,55 triliun, atau 10% dari nilai ekspor bijih nikel sebesar US$ 1,1 miliar.

“Angka tersebut tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan pajak dari sektor hilirisasi nikel sebesar Rp 3,99 triliun di tahun 2019,” ujarnya.

“Jadi, analisis yang disampaikan Faisal Basri dalam menyanggah statement Presiden Jokowi terkait dengan perpajakan ini juga salah. Dari data di atas,
telah terjadi peningkatan pajak yang cukup signifikan dari sektor hilirisasi ini. Perlu dicatat pula bahwa penerimaan perpajakan dari sektor hilirisasi nikel ini, belum memasukkan pendapatan pajak dari sektor lain yang ikut tumbuh akibat hilirisasi nikel ini seperti pelabuhan, steel rolling, jasa konstruksi, industri makanan dan minuman dan akomodasi,” jelasnya.

Dia pun mengatakan, pemberian tax holiday bagi perusahaan smelter ini ibarat kegiatan memancing. Ketika ingin mendapatkan investasi yang besar, maka pemerintah harus menyediakan “umpan” atau dalam hal ini tax holiday.

“Pemberian tax holiday seperti kegiatan mancing (kebetulan hobi saya). Kalau mau mendapatkan ikan yang besar dan banyak, kita perlu mengeluarkan modal untuk beli/sewa kapal, peralatan, umpan dan memperkerjakan kapten kapal dan kru ABK yang mumpuni. Semua itu tentu saja tidak gratis. Tax holiday pun sama, kebijakan ini kita gunakan untuk menarik investasi masuk ke Indonesia dan berkontribusi kepada perekonomian nasional. Kita gak bisa mendapatkan ikan besar hanya dengan duduk diam di pinggir pantai sambil bengong,” bebernya.

Sebelumnya, Faisal mengatakan bahwa hilirisasi nikel di Indonesia hanya menguntungkan industrialisasi China. Dia mengatakan bahwa angka yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa RI sukses meraup Rp 510 triliun dari hilirisasi nikel tidak jelas juntrungannya.

Faisal pun menyebut, perusahaan smelter nikel bebas pajak keuntungan badan karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih.

“Jadi, nihil pula penerimaan pemerintah dari laba luar biasa yang dinikmati perusahaan smelter nikel. Perusahaan-perusahaan smelter China menikmati “karpet merah” karena dianugerahi status proyek strategis nasional. Kementerian Keuanganlah yang pada mulanya memberikan fasilitas luar biasa ini dan belakangan lewat Peraturan Pemerintah dilimpahkan kepada BKPM,” paparnya.

“Apakah perusahaan smelter China tidak membayar royalti? Tidak sama sekali. Yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor,” bebernya.

Faisal pun tak segan menyebut bahwa kebijakan hilirisasi saat ini yaitu hilirisasi ugal-ugalan.

“Kita mendukung sepenuhnya industrialisasi, tetapi menolak mentah-mentah kebijakan hilirisasi nikel dalam bentuknya yang berlaku sekarang,” ucapnya.

“Hilirisasi ugal-ugalan seperti yang diterapkan untuk nikel sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional. Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi dewasa ini hampir seluruhnya dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia,” lanjutnya.

Sumber : Cnbcindonesia.com


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only