Pemerintah Tebar Insentif Pajak Rp 374,5 Triliun

Pemerintah kembali menebar insentif fiskal melalui belanja perpajakan pada tahun depan. Kucuran insentif ini diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi di tahun politik 2024.

Dalam dokumen Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah memproyeksikan belanja perpajakan pada tahun depan mencapai Rp 374,5 triliun. Angka tersebut tumbuh sebesar 6,1% daripada proyeksi tahun 2023 yang senilai Rp 352,8 triliun.

Guyuran belanja perpajakan paling besar di tahun 2024 akan mengucur ke pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) senilai
Rp 228,1 triliun. Disusul belanja pajak penghasilan (PPh) Rp 127,9 triliun dan bea
masuk dan cukai sebesar Rp 18 triliun.

Yang jelas, alokasi belanja perpajakan terbesar pada tahun 2024 masih menyasar P untuk industri pengolahan, dengan estimasi sebesar Rp 88,6 triliun. Disusul sek-
tor pertanian, kehutanan dan perikanan Rp 50,3 triliun serta sektor jasa keuang-
an dan asuransi Rp 48,9 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal
(Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti belum bersedia menjelaskan detil
subsektor dan jenis insenti pajak yang dialokasikan pada tahun depan. “Masih dalam
proses pembahasan internal Kemkeu,” kata Dwi kepada KONTAN, Senin (21/8).

Guyuran insentif diharapkan mampu mendorong pertumbuhan dan memberikan kemudahan investasi pada sektor tersebut.

Pemerintah membidik pertumbuhan ekonomi tahu 2024 sebesar 5,2%. Dengan
proyeksi tersebut, penerimaan perpajakan diharapkan mencapai Rp 374,5 triliun,
tumbuh 6,1% dari outlook 2023, meski pertumbuhannya lebih rendah dari 2023.

Ketua Komite Tetap Perpajakan Kadin Indonesia, Siddhi Widyaprathama menilai, be-
lanja perpajakan masih diperlukan untuk beberapa sektor hingga saat ini. Namun dengan catatan, insentif itu harus dibarengi sinkronisasi kebijakan kementerian dan lembaga (k/l) lainnya. “Seperti insentif PPN untuk mobil listrik. Masyarakat didorong beralih ke mobil listrik, tapi apakah sudah dibarengi pemerataan penyebaran Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU)?” ucap Siddhi Kepada KONTAN, Senin (21/8).

Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P
Sasmita menilai, insentif pajak harus diprioritaskan pada investasi baru atau ekspansi
investasi, utamanya di sektor riil. Selain itu, insentif pajak perlu menyasar sektor consumer goods terkait komoditas pokok untuk mendongkrak konsumsi rumah tangga. Lalu, untuk komoditas sumber daya alam dan pertanian. “Insentifnya bisa ditambah jika priori-tas hilirisasi diarahkan untuk pasar ekspor,” kata dia.

Pemerintah juga disarankan menebar insentif pajak untuk pengurangan emisi karbon. Namun, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, belanja perpajakan tahun depan masih terlalu besar. Menurut Bhima, idealnya belanja perpajakan di angka Rp 320 triliun jika pemerintah ingin memperbaiki rasio pajak (tax ratio).

Sumber : Harian Kontan Selasa 22 Agustus 2023 hal 1


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only