Data Pajak Pusat dan Daerah Dipertukarkan, Begini Kata KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung pertukaran data menyangkut perpajakan yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP), Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK), dan pemerintah daerah (pemda). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (23/8/2023).

Kemarin, Selasa (22/8/2023), DJP, DJPK, serta 113 pemda menandatangani perjanjian kerja sama tripartit tahap V. Dengan demikian, terhitung sejak 2019 (tahap I) hingga sekarang, ada 367 pemda dari total 552 pemda seluruh Indonesia yang sudah menandatangani PKS.

“Kalau kita punya data PKB, data BPHTB, data PBB, izin-izin perkebunan, pertukarkan!” ujar Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.

Dia berharap pertukaran data dilakukan secara digital. Selain itu, dia mengimbau agar pertukaran data dilakukan dengan menggunakan basis data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Tujuannya untuk mempermudah pengecekan.

“Nah, yang kita bilang, dia [pertukaran data] harus digital. Yang kedua, biasakan semua data pakai NIK. Hanya NIK yang memungkinkan di-cross ke kiri dan ke kanan. Kalau nama, sulit,” imbuh Pahala Nainggolan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan PKS tripartit tersebut disupervisi oleh KPK karena ada tujuan untuk mendukung program strategi nasional pencegahan korupsi. Suryo juga mengajak para kepala daerah untuk mempertukarkan data dan informasi secara digital.

“DJP saat ini tengah melakukan reformasi perpajakan dan membutuhkan dukungan seluruh pemda terkait interoperabilitas sistem sehingga mengurangi interupsi manusia dalam pertukaran data,” kata Suryo.

Selain mengenai kerja sama DJP, DJPK, dan pemda, ada pula ulasan terkait dengan proyeksi belanja perpajakan pada 2024.

Pengawasan Wajib Pajak Bisa Dilakukan Bersama

Dirjen Pajak Suryo Utomo menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam upaya optimalisasi pemungutan pajak pusat dan daerah. Untuk menjadi negara yang lebih maju, menurutnya, perlu adanya upaya peningkatan tax ratio.

“Masih banyak ceruk yang dapat digali potensinya. Kita [pemerintah pusat dan daerah] memiliki subjek pajak yang sama, karenanya mari duduk bersama dan saling mempertukarkan data,” kata Suryo.

Melalui kerja sama ini, pemerintah pusat dan pemda dapat saling menghimpun dan mengalirkan data dan/atau informasi perpajakan. Pengawasan wajib pajak bisa dilakukan bersama. Pemerintah pusat dan pemda juga bisa berbagi pengetahuan proses bisnis pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan.

Selain itu, dengan adanya PKS, ada pemberian dukungan kapasitas melalui bimbingan teknis penggalian potensi, sosialisasi terpadu, pendampingan penyusunan regulasi daerah, dan perbaikan tata kelola pengaliran data.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Luky Alfirman menambahkan pemerintah pusat berinisiatif membantu pemda untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) secara mandiri melalui PKS ini. “Sehingga PKS ini sifatnya win-win solution untuk mencukupi kebutuhan belanja pusat dan daerah.” (DDTCNews)

Pemberian Data Omzet Wajib Pajak Daerah

Sejak PKS tahap I yang dilakukan DJP, DJPK, dan pemda pada 2019, ada beberapa kegiatan bersama yang telah dilaksanakan. Pertama, pemberian data dan informasi atas omzet wajib pajak daerah dari 207 pemda.

Kedua, pemadanan dan tindak lanjut atas peredaran usaha wajib pajak. Ketiga, pengawasan bersama terhadap 8.277 wajib pajak dengan 207 pemda. Ketiga, peningkatan kapasitas aparatur pemda dengan bimbingan teknis baik oleh kantor wilayah DJP ataupun DJPK.

Keempat, pemberian persetujuan izin pembukaan data perpajakan oleh menteri keuangan sebanyak 15 kali. Hal ini dilakukan untuk kebutuhan penggalian potensi penerimaan wajib pajak daerah yang terindikasi belum melaporkan pajak daerah dengan benar. (DDTCNews)

Dalam dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2024, pemerintah memproyeksi total belanja perpajakan pada 2024 senilai Rp374,5 triliun. Nilai tersebut tercatat naik sekitar 6,1% dari proyeksi belanja perpajakan pada tahun ini senilai Rp352,8 triliun.

“Berdasarkan jenis pajak, nilai belanja perpajakan masih didominasi oleh PPN dan PPnBM yang mencapai lebih dari setengah dari total belanja perpajakan,” tulis pemerintah dalam dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2024.

Adapun PPN dan PPnBM diproyeksi mencapai Rp228,1 triliun atau sekitar 60,9% dari total belanja perpajakan pada 2024. Porsi tersebut mengalami sedikit kenaikan dari proyeksi belanja perpajakan jenis PPN dan PPnBM pada 2023 sebesar 59,3% dari total.

PNS Dapat Natura dan/atau Kenikmatan, Jadi Objek Pajak?

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Angga Sukma mengatakan natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN, APBD, atau APBDesa dikecualikan dari objek PPh. Ketentuan itu dimuat dalam Pasal 4 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, Pasal 24 PP 55/2022, dan Pasal 4 PMK 66/2023.

“Kalau kita para PNS dapat natura dan/atau kenikmatan itu bukan objek bagi penerimanya,” ujar Angga.

Kendati demikian, Angga mengatakan jika tidak bersumber atau tidak dibiayai APBN, APBD, atau APBDesa, natura dan/atau kenikmatan yang diterima berpotensi menjadi objek PPh bagi penerimanya. (DDTCNews)

NITKU Dipakai untuk Hitung Dana Bagi Hasil Pajak

Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) akan digunakan untuk menghitung dana bagi hasil pajak.

“NITKU digunakan hanya sebagai identitas dan penanda lokasi tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat kegiatan usaha utama yang terdaftar. NITKU juga akan digunakan pemerintah pusat untuk menghitung bagi hasil dengan pemerintah daerah,” tulis DJP dalam laman resminya. (DDTCNews)

DJP Gelar Survei

DJP akan melakukan survei terhadap wajib pajak melalui sambungan telepon. Survei bertajuk Kepuasan Pelayanan dan Efektivitas Penyuluhan dan Kehumasan 2023 ini akan dilakukan sepanjang Agustus hingga Oktober 2023.

“Survei akan berlangsung dalam metode wawancara menggunakan saluran telepon (seluler dan Whatsapp) sepanjang Agustus-Oktober 2023,” tulis akun resmi DJP @DitjenPajakRI dalam unggahannya di media sosial. (DDTCNews)

Calon Hakim Agung

Komisi Yudisial (KY) menggelar proses seleksi kesehatan dan kepribadian terhadap 34 calon hakim agung (CHA). Dari total 34 CHA yang dilakukan asesmen, 4 di antaranya adalah CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.

Adapun CHA TUN khusus pajak ini antara lain Budi Nugroho, Hari Sih Advianto, dan Ruwaidah Afiyati. Ketiganya merupakan hakim di Pengadilan Pajak. Kemudian, ada Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kanwil DJP Jakarta Selatan II DJP Yeheskiel Minggus Tiranda.

Sumber : News.ddtc.co.id


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only