Implementasi Penuh NPWP 16 Digit, Ditjen Pajak Siapkan Aplikasi Baru

Sejalan dengan persiapan implementasi penuh NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit, Ditjen Pajak (DJP) tengah membuat aplikasi baru berbasis web pengganti e-SPT. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (21/12/2023).

Dalam laman resminya, DJP menyatakan saat implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau NPWP 16 digit, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan tidak lagi menggunakan NPWP 15 digit (NPWP lama).

“Jika NPWP 16 digit sudah diimplementasikan secara penuh maka pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan menggunkan NPWP 16 digit/NIK dan nantinya akan ada aplikasi baru berbasis web pengganti e-SPT,” tulis DJP.

Adapun implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit mundur dari semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024. Kebijakan ini mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi coretax administration system (CTAS) pada pertengahan 2024.

Selain itu, ada pertimbangan telah dilakukannya asesmen kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak ketiga lainnnya (ILAP) serta wajib pajak. ‘Implementasi Penuh NIK sebagai NPWP Mundur, Ini Keterangan Resmi DJP’.

Selain mengenai aplikasi baru berbasis web, ada pula ulasan terkait dengan imbauan terhadap pelaku usaha terkait dengan pemanfaatan insentif PPN rumah ditanggung pemerintah. Ada juga bahasan tentang kinerja penerimaan pajak.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Implementasi Penuh NPWP 16 Digit pada Sistem Aplikasi Baru

DJP menegaskan pada sistem aplikasi yang sekarang, NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit digunakan secara terbatas. NPWP 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan 30 Juni 2024.

“NPWP format 16 digit (NPWP baru atau NIK) digunakan secara terbatas pada sistem aplikasi yang sekarang dan implementasi penuh pada sistem aplikasi yang akan datang,” tulis DJP dalam siaran persnya. (DDTCNews)

Pengajuan Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Pemerintah telah menerbitkan PMK 120/2023 yang mengatur tentang pemberian insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun.

Kemenkeu mengimbau pengembang perumahan untuk mengajukan permohonan pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Dengan dikukuhkan sebagai PKP, pengembang akan dapat ikut memanfaatkan peluang dan memperkuat daya beli calon pembeli rumah yang memenuhi kriteria.

“Bagi pengusaha properti orang pribadi yang belum mengajukan PKP, ini adalah saat yang tepat pula untuk mengajukan permohonan pengukuhan sebagai PKP,” tulis otoritas dalam Laporan APBN Kita edisi Desember 2023. (DDTCNews)

Penerimaan Pajak dan Kinerja Perekonomian

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memandang ekonomi nasional saat ini masih terjaga seiring dengan positifnya kinerja realisasi penerimaan pajak yang tumbuh 7,3% hingga 12 Desember 2023.

Menurut Suahasil, kinerja penerimaan pajak dalam tahun berjalan ini menggambarkan gerak ekonomi nasional yang terjaga. Dia mengatakan kinerja realisasi penerimaan pajak akan selalu mengikuti gerak ekonomi masyarakat.

“Ini artinya gerak ekonomi kita masih terus terjaga. Penerimaan pajaknya sesuai dengan gerak ekonominya,” katanya dalam keterangan resmi. (DDTCNews)

Panduan Administratif Pilar 2: GloBE

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kembali menerbitkan panduan administratif atau agreed administrative guidance atas Pilar 2: Global Anti-Base Erosion (GloBE).

Kali ini, agreed administrative guidance turut memuat panduan mengenai penerapan transitional CbCR safe harbour. Kemudian, ada mekanisme pengalokasian pajak yang timbul akibat rezim blended CFC ketika beberapa yurisdiksi tempat perusahaan multinasional beroperasi memenuhi syarat safe harbour.

“OECD Inclusive Framework akan terus merilis agreed administrative guidance guna mengklarifikasi berbagai pertanyaan terkait GloBE. Jika diperlukan, agreed administrative guidance juga bertujuan untuk mengatasi aggressive tax planning yang berpotensi memperlemah penerapan GloBE,” tulis OECD. (DDTCNews)

Ketentuan Mitra Utama (MITA) Kepabeanan

Pemerintah telah menerbitkan PMK 128/2023 sebagai pengganti ketentuan mengenai mitra utama (MITA) kepabeanan yang sebelumnya diatur dalam PMK 229/2015 s.t.d.d PMK 211/2016.

Kepala Subdirektorat Registrasi Kepabeanan Program Prioritas dan AEO Direktorat Teknis Kepabeanan dan Cukai DJBC Weko Loekitardjo mengatakan ada 6 alasan penyusunan PMK 128/2023. Salah satunya adalah untuk mempertegas ketentuan tentang MITA kepabeanan agar tidak multitafsir.

“Beberapa pasal misalnya ada kata-kata pemeriksaan yang relatif sedikit atau minimal, itu sangat subjektif, sesuatu yang mungkin tidak bisa diukur. Makanya kami coba mengubah sehingga menjadi lebih pasti,” katanya dalam sosialisasi aturan terbaru MITA kepabeanan.

Weko mengatakan PMK 128/2023 akan mempertegas sejumlah pasal yang selama ini menimbulkan multitafsir. Melalui penegasan tersebut, diharapkan implementasi MITA kepabeanan akan lebih baik.

Sumber ; News.ddtc.co.id


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only