Ajakan boikot pajak merugikan rakyat dan kepentingan nasional

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengimbau rakyat Indonesia tidak mengindahkan seruan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono untuk menolak membayar pajak.

Wajib pajak yang dengan sengaja tak membayarnya, sebut Prastowo, merupakan pelanggaran Undang-undang Perpajakan. “Perlu diingat bahwa pelanggaran ini melekat secara individual bagi tiap wajib pajak,” ujar Prastowo kepada Beritagar.id, Rabu (15/5/2019) malam.

Prastowo juga mengajak rakyat Indonesia bisa berpikir waras dan bersikap adil. Menurutnya, menyerukan pemboikotan pajak tidak saja buruk secara moral tetapi juga merugikan kepentingan nasional.

“Terutama merugikan sebagian besar rakyat Indonesia yang selama ini menikmati layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, subsidi, dana desa, dan lainnya. Belum lagi belanja infrastruktur, pertahanan, keamanan, birokrasi, dan lainnya,” jelas Prastowo.

Ajakan memboikot pajak, tambahnya, bisa memperburuk keadaan yang merugikan rakyat Indonesia. Selain tidak mendidik dan tak memiliki legitimasi moral, juga destruktif terhadap upaya pencapaian tujuan bernegara.

“Saya hanya bisa berprasangka baik, Saudara Arief Poyuono sudah memiliki NPWP dan lapor SPT, tanpa perlu berharap banyak pada berapa besar yang telah dia bayar,” tukasnya.

Sebelumnya, Arief Poyuono mengajak pendukung calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk tidak mengakui pemerintahan yang dihasilkan Pilpres 2019. Untuk mendelegitimasi pemerintah, Arief mengajak pendukung Prabowo tidak membayar pajak.

Catatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, tahun 2018 target rasio kepatuhan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dipatok 80 persen dari Wajib Pajak (WP) atau sekitar 17,6 juta. Namun, realisasi SPT tahun 2018 itu hanya mencapai 71 persen atau 12,55 juta.

Dari perspektif kepatuhan pajak, ungkap Prastowo, saat ini kondisi di Indonesia masih cukup memprihatinkan. “Masih terdapat banyak orang yang seharusnya membayar pajak, namun tidak membayar pajak sebagaimana mestinya,” sebutnya.

Bisa dijerat pidana

Tingkat penghindaran pajak di Indonesia, kata Prastowo, hingga kini pun masih tinggi. Prastowo menegaskan dalam situasi ajakan memboikot pajak berarti memberi pembenaran pada perilaku mengemplang pajak dan sangat rawan ditunggangi para pelanggar yang selama ini memang enggan membayarnya.

“Artinya, ajakan memboikot bayar pajak ini tak lain kolaborasi hitam yang melebihi ajakan makar karena mengeroposkan fondasi negara dan menghancurkan modal sosial yang penting untuk keberlanjutan pembangunan,” tandasnya.

Jika wajib pajak sengaja tak membayar pajak, sebut Prastowo, berarti telah melanggar Undang-undang Perpajakan.

Dalam laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, menyebutkan sanksi pidana bidang perpajakan terdiri dari tiga; yakni denda, pidana dan kurungan.

Apa dasar hukum untuk menerapkan sanksi pidana itu?

Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang berbunyi:

Setiap orang dengan sengaja:

  1. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak mendaftarkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP 
  2. Menyalahgunakan/menggunakan tanpa hak NPWP/PKP 
  3. Tidak menyampaikan SPT 
  4. Menyampaikan SPT dan/atau SPT tidak lengkap 
  5. Menolak dilakukan pemeriksaan 
  6. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu/dipalsukan seolah-olah benar atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya 
  7. Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan di Indonesia, tidak meminjamkan buku, catatan/dokumen lain 
  8. Tidak menyimpan buku, catatan/dokumen yang menjadi dasar pembukuan/catatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik/diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia 
  9. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara

Diancam sanksi pidana penjara paling singkat 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar.

Sumber : beritagar.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only