Dewan Minta Pemkot Rasionalisasi Dan Evaluasi Kenaikan PBB

Pemerintah Kota Bekasi telah menaikkan NJOP tanah per Januari 2019 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan disertai petunjuk pelaksanaan Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 37 Tahun 2012.

Kenaikan tarif PBB tersebut, adalah implikasi dari penyesuaian atau kenaikan NJOP tanah dengan harga pasaran. Kenaikan itu untuk mengejar target pemasukan dari pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 599 miliar. Sementara target tahun lalu sebesar Rp 340 miliar.

Menganggapi hal tersebut, Anggota DPRD Kota Bekasi, Ahmad Ustuchri beranggapan kenaikan PBB tersebut sudah harus dievaluasi, karena menurutnya hal itu tidak secara langsung berdampak pada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Sampai hari ini DPRD tidak pernah mendapat kajian soal penetapan kenaikan PBB, misalnya contoh di kelurahan A naiknya 400 persen, sementara kelurahan B naiknya 200 persen padahal di satu kecamatan, jangan ‘gebyah uyah’. kita khawatir yang namanya kenaikan tarif dalam teori ekonomi itu cenderung akan menurunkan aktifitas ekonomi,” ungkap dia, Senin (7/10).

Ia menyebut, jika kenaikannya an acceptable, atau tidak diterima oleh masyarakat. Maka ia menyebut bakal terjadi Tax Evasion, dimana masyarakat tidak akan membayar pajak.

“Orang gak mau bayar pajak, dan itu dimungkinkan ketika orang mengirimkan nota keberatan, maka dia tidak harus membayar pajak di tahun berjalan. Saya khawatir dengan naiknya pajak, contohnya jika sebelumnya 10 persen kemudian kita naikkan jadi 15 persen jangan-jangan pendapatan daerah bukannya naik tapi malah turun, karena orang gak mau bayar pajak. Karena kenaikan tarif belum tentu berbanding lurus dengan kenaikan pendapatan,” bebernya.

Namun demikian, untuk meningkatan PAD Kota Bekasi, harusnya Pemerintah Kota Bekasi tidak hanya berfokus pada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saja. Karena sumber pemasukan daerah bisa dari mana saja, seperti pengawasan penarikan pajak dari sektor reklame ataupun hotel dan restoran.

“Kenapa yang dinaikkan pajak reklame, hotel dan restoran. Saya meyakini pajak hotel dan restoran masih mengalami kebocoran. Siapa yang bisa menjamin anda bayar sepuluh ribu seribu masuk kas daerah. Dari dulu semenjak saya di Komisi C, kita dorong dibuatkan tapping sistem, itu mesin kasir, terintegrasi online dengan kas daerah, jadi gak bisa bohong,” bebernya.

“Kenapa ngejar PBB, ini yang didepan mata ada kok. Kalau PBB kan ada masyarakat di kampung yang mungkin saja tidak bisa bayar kenaikan pajak itu, harusnya itu dirasionalisasi. Untuk itu saya berpendapat agar kenaikan PBB ini dievaluasi kembali,” tandasnya.

Sumber : RMOLJabar

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only