JAKARTA – Penerimaan pajak hingga Oktober 2019 baru terkumpul Rp 1.018,47 triliun atau 64,56% dari target APBN tahun ini Rp 1.577 triliun. Angka itu setara pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 0,23% year on year, turun jauh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 16%.
”Berat. Apakah jumlah itu sesuai dengan target? Jawabannya, belum. Tapi hal itu juga terjadi akibat penurunan harga komoditas,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, kemarin.
Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menggelar acara dialog pajak dengan mengundang pengusaha dan wajib pajak pribadi. Suryo Utomo mengakui kinerja penarikan pajak negara hingga saat ini p mengecewakan.
Penerimaan pajak tahun ini berat, namun tidak menyalahkan dunia usaha atau wajib pajak lain, karena kondisi dunia usaha memang tengah bergejolak. ”Saya berterima kasih kepada bapak ibu sekalian yang masih mendorong (penerimaan pajak) tumbuh positif meskipun hanya 0,23%. Ekspektasinya tumbuh belasan persen,” ungkap Suryo.
Dia berharap para pelaku dunia usaha dan wajib pajak lain bisa meningkatkan kesadaran pajaknya. Dialog pajak digelar demi memaksimalkan sisa-sisa waktu akhir tahun.
”Kami ingin berdialog, apalagi tahun ini tinggal beberapa puluh hari lagi. Kalau yang bisa dibetulkan, ya dibetulkan daripada diperiksa,” ujar dia. Tahun depan, kata dia, target penerimaan pajak tetap tumbuh meskipun hanya 4,12% dari target 2019 atau Rp 1.642,57 triliun.
”Pada 2020 seperti apa? Bahasa sederhananya, kita tetap melakukan kewajiban mengumpulkan penerimaan pajak negara, tetapi tidak memberikan tekanan luar biasa kepada dunia usaha,” tandas Suryo.
Sapu Jagat
Pemerintah menyiapkan undang-undang sapu jagat atau omnibus law, yang juga mengatur tentang perpajakan. Berbagai insentif pajak akan ada di dalamnya. Mulai menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan hingga menggabungkan seluruh insentif pajak menjadi satu bagian.
Suryo Utomo mengakui penurunan tarif pajak menyebabkan potensi penerimaan pajak berkurang. Pihaknya dituntut memutar otak agar target pajak tercapai. ”Dampaknya, kalau turun tarif, pasti penerimaan turun.
Sekarang kami berpikir, bagaimana kompensasinya, ya kita cari basis baru,” papar dia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperluas basis pajak, kata dia, adalah mengincar e-commerce.
Payung hukum pajak transaksi digital sudah ada, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. ”Kemudian, melakukan pembetulan sebelum pemeriksaan dengan besaran denda yang lebih rendah. Itu akan men-encourage basis baru.
Tahun depan akan kami jalankan. Paling tidak kita mendudukkan bahwa yang bayar pajak seharusnya lebih besar lagi,” ucap dia. Dalam omnibus law, pemerintah akan menurunkan PPh Badan yang saat ini 25% menjadi 20% secara bertahap.
Pada 2021, akan diturunkan lagi menjadi 22% dan 20% pada 2023. Perusahaan tercatat di pasar modal juga akan ditambahkan penurunan PPh sebesar 3% selama 5 tahun sejak Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana. Pajak dividen juga akan dihapus dari sebelumnya dikenai 25%, serta masih banyak lagi insentif perpajakan yang disiapkan.
Sumber: suaramerdeka.com

WA only
Leave a Reply