Bank Dunia: Indonesia Perlu Buat Jaminan Sosial Minimum

JAKARTA – Dalam laporan terbarunya terkait Indonesia, Bank Dunia membahas sistem perlindungan sosial untuk masa depan. World Bank Lead Economist for Indonesia, Frederico Gil Sander, menyebutkan program perlindungan sosial yang sudah ada merupakan dasar yang baik untuk dikembangkan ke depan. Namun, Indonesia masih perlu menyediakan guaranteed minimum protection (jaminan sosial minimum).

“Jaminan itu memberikan proteksi pada masyarakat sejak mereka lahir sampai meninggal dunia melalui program yang efektif,” katanya di The Energy Building, Jakarta, Rabu (11/12). 

Jaminan minimum ini, menurutnya, dapat dicapai dengan kombinasi program-program bantuan sosial yang sudah ada, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Jaminan sosial minimum ini kemudian dapat dilengkapi dengan satu set program jaminan sosial yang dimandatkan oleh pemerintah, tetapi dibiayai oleh individu.

Meski peran serta masyarakat diperlukan, namun tetap ada porsi pemerintah dalam jaminan sosial ini. Untuk pembiayaan dari negara, pertama-tama dana ini wajib disalurkan bagi masyarakat miskin, rentan miskin, dan kelas menengah. Dengan catatan, porsi dana untuk masyarakat miskin lebih banyak dibanding kedua kelompok lainnya. Selain itu, pemerintah juga wajib menyubsidi premi asuransi sosial untuk semua golongan masyarakat.

Selanjutnya, pemerintah harus mengeluarkan mandat agar masyarakat golongan menengah dan menengah atas memenuhi ketentuan minimum jaminan sosial. Apabila nilai jaminan sosial minimum sudah terpenuhi, masyarakat boleh menambahnya. Hal ini biasanya dilakukan oleh masyarakat golongan kaya.

Frederico mengatakan bahwa jaminan sosial, baik untuk kesehatan maupun hari tua, penting untuk membantu masyarakat menghadapi keadaan yang tidak terduga, seperti sakit, kehilangan pekerjaan, dan kecelakaan. Di samping itu, jaminan sosial atau asuransi juga diperlukan untuk masa tua dan biaya kematian.

Ia lanjut memaparkan, Indonesia memerlukan sekitar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk jaminan sosial yang menyentuh seluruh masyarakat. Saat ini, untuk program jaminan sosial yang ada, Indonesia telah menyalurkan dana sebesar sekitar 0,8% dari PDB. 

“Masih dibutuhkan data tambahan sekitar 1,6% dari PDB,” imbuhnya.

Kekurangan itu bisa diatasi dengan mengalokasikan ulang subsidi yang penyalurannya tidak tepat, seperti subsidi gas, diesel, dan pupuk. Pengalokasian yang lebih tepat, menurut Frederico, dapat menambah dana untuk jaminan sosial sebesar 0,7% terhadap PDB. 

Di samping itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurutnya bisa dihilangkan sehingga terdapat 0,4% dari PDB tambahan untuk jaminan sosial. Pasalnya, ia mengatakan, PPN selama ini hanya menambah kesejahteraan bagi masyarakat kaya.

Hal lain yang bisa dilakukan adalah penerapan cukai rokok yang lebih tinggi. Diperkirakan, sumbangan dari penerapan cukai rokok yang lebih tinggi mencapai 0,2% dari PDB. “Selain itu, bisa menurunkan risiko biaya kesehatan di masa depan,” imbuhnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyepakati bahwa selama ini pemerintah sudah membuat jaring pengaman sosial dengan berbagai program, seperti PKH dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun, usaha ini juga perlu dibarengi dengan membuka lapangan kerja yang bisa dilakukan oleh berbagai sektor.

“Jadi semua program yang menciptakan kesempatan kerja menjadi complementary (pelengkap) terhadap upaya ini,” katanya dalam kesempatan yang sama, Rabu (11/12).

Sumber: validnews.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only