Jastip Meresahkan, Pengusaha Ritel Minta Bea Masuk Dirombak

Jakarta, Pengusaha ritel mengusulkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menurunkan ambang batas pengenaan tarif pembebasan bea masuk atas barang impor yang dikirim, dari batas maksimal US$75 menjadi US$30. Artinya barang-barang kiriman atau bawaan penumpang di bawah senilai US$ 30 tak kena bea masuk.

Hal ini untuk menekan permainan jasa titip (Jastip) yang merugikan peritel dalam negeri. Sebab, peritel selama ini harus bayar pajak dan bea masuk, sedangkan pengusaha jastip bisa lolos karena mengakali ketentuan batas ambang bea masuk yang masih terlalu tinggi. Bila nilai batas bea masuk rendah, maka ruang mengakali oleh pelaku jastip ilegal semakin sempit.

Selama ini, bila ada barang kiriman US$ 75 atau di atasnya baru dikenakan impor bea masuk sebesar 7,5 persen.

Aturan mengenai pengiriman barang ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK 04/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.

Ketua Komite Tetap Pedagangan Dalam Negeri Kadin, Tutum Rahanta, mengatakan perdagangan merupakan sesuatu yang dinamis. Itu pula yang terjadi di Indonesia ketika perdagangan online mulai tumbuh.

Karena itu, masalah perdagangan sekarang tak hanya menjadi tugas Kementerian Perdagangan, tetapi bersentuhan dengan Kementerian lain, salah satunya Kementerian Keuangan melalui Ditjen Bea dan Cukai.

Ia kemudian menyoroti barang-barang ilegal yang masuk ke Indonesia. Terlebih belakangan ini jastip sudah menjadi fenomena di perdagangan.

“Di sisi lain, barang masuk dengan privilege. Kita minta turunkan dari US$100 ke US$75 masih ada celah. Saat ini kita ajukan maksimum US$30,” kata Tutum.

Tutum mengatakan usulan pengubahan tarif tersebut berasal dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang diajukan sekitar sebulan lalu.

“Itu usulan Apindo karena saya di Apindo juga. Kita sudah sampaikan surat resmi kita kira-kira 1,5 bulan lalu. Responsnya positif,” kata Tutum.

Ia mengatakan tarif yang berlaku sekarang cenderung dimanfaatkan masyarakat untuk hal lain. Seharusnya barang masuk itu digunakan untuk kepentingan pribadi seperti menerima kado.

Namun menurut Tutum, yang terjadi sekarang, tarif pembebasan bea masuk justru dimanfaatkan untuk berbondong-bondong memasukkan barang secara terpisah dalam jumlah banyak yang bukan untuk kepentingan pribadi orang itu.

Dalam PMK 112/2018 tentang Perubahan Atas PMK 182/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman yang merevisi pasal 13 disebutkan bahwa barang kiriman yang diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, dapat diberikan pembebasan bea masuk dengan nilai pabean paling banyak FOB US$75.00 (tujuh puluh lima United States Dollar).

“Jika barang masuk memang untuk ketentuan pribadi, itu tak menjadi masalah. Tetapi sekarang masuk berbondong-bodong, dipecah-pecah dengan jumlah banyak. Itu kan mengotori kita punya aturan main, disiasati.”

“Kalau masyarakat kita sudah terbuka, jujur, ya sudah naikkan kembali. Toh itu privilege negara,” ucapnya.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only