Di periode kedua kepemimpinannya, Presiden Jokowi dihadapkan pada ancaman resesi global.
Pesta demokrasi di Tanah Air mencapai klimaks dengan dilantiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun langsung membentuk susunan kabinet yang akan membantu melanjutkan periode kedua kepemimpinannya.
Dari postur kabinet tersebut, tim ekonomi menjadi sorotan utama banyak kalangan. Maklumlah, bidang ekonomi paling banyak membetot perhatian sepanjang kampanye Pemilihan Presiden 2019.
Selain itu, isu ekonomi juga menjadi hal paling krusial di tengah semakin kuatnya ancaman resesi global sekarang ini. Di tengah tantangan perekonomian yang semakin berat, tentu tak ada waktu berleha-leha.
Nah, di periode kedua pemerintahannya, Jokowi sudahpun menyiapkan beberapa progam prioritas di bidang ekonomi dengan nama Nawa Cita II. Jokowi bersama Maruf Amin akan menjadikan pembangunan SDM sebagai titik tekan dalam Nawa Cita II.
Sekertaris kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, upaya peningkatan kualitas SDM menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam upaya mengangkat daya saing nasional, terutama dalam bidang ketenagakerjaan.
Saat ini Indonesia telah memasuki era awal bonus demografi. Angka dependency ratio sudah berada dibawah 1. Adapun dalam lima tahun ke depan, dependency ratio diprediksi sudah mendekati 0,5.
Artinya, akan ada lonjakan penduduk berusia produktif. Golongan usia 15 tahun sampai 64 tahun semakin banyak. “Kita harus mengusahakan jumlah SDM produktif itu memiliki daya saing yang unggul, sehingga dapat meningkatkan peforma ekonomi Indonesia, khususnya di sektor riil,” ujarnya.
Penguatan progam pembangunan SDM ini guna menyongsong era industri 4.0. Maka itu, dalam beberapa jenjang pendidikan khususnya pendidikan vokasi, muatan kurikulumnya sesuai kebutuhan industri.
“Pemerintah menyadari bahwa dengan sumber daya manusia yang memadai, peningkatan mutu barang juga akan terpenuhi. Hal ini akan berkontribusi pada industri tanah air,” bebernya.
Iapun mencontohkan, Malaysia yang lebih dipilih investor ketimbang Thailand karena memiliki ekosistem yang lebih maju dan kualitas SDM yang lebih unggul. Nah, mengingat pentingnya pembangunan SDM dalam menopang pertumbuhan ekonomi, maka dari sisi anggaran juga akan difokuskan untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan SDM.
Misalnya, terus menjaga agar anggaran pendidikan dan kesehatan sesuai dengan amanat konstitusi. Menurut data kementerian keuangan, anggaran pendidikan naik 39 % dari Rp 353 triliun (2014) menjadi Rp 492 triliun (2019) . dan, tetap menjaga porisnya sebesar 20 % dari APBN- sesuai perintah UUD 1945.
Tentu bukan cuma pembangunan SDM, Jokowi-Maruf menyiapkan strategi untuk menggenjot kelahiran wirausaha baru di Indonesia. Sudah ada beberapa progam yang mereka siapkan untuk itu. Pertama, memberikan dukungan lewat sektor keuangan, yakni melalui penurunan suku bunga Kredit usaha Rakyat (KUR) menjadi 7%, dari sebelumnnya 22%.
Kedua, memaksimalkan peranan tenaga penyuluh lapangan (TPL) untuk mencetak wirausaha anyar pada sektor usaham mikro kecil dan menengah. Mereka akan memberikan pelatihan atau bimbingan teknis kewirausahaan, seperti produksi, bantuan modal, dan pedampingan. Berikutnya, melakukan revitalisasi sentra IKM dan implementasi progam pembiayaan Ultra Mikro (Umi).
Dari sisi fiskal, pemerintah mendukung investasi dalam bentuk penyediaan insentif perpajakan yang terukur seperti tax holiday dan tax allowance, insentif pajak super deduction dan insentif bagi UMKM.
“Semua itu bertujuan untuk menarik masuk minat investor sebesar-besarnya ke dalam negeri,” timpal Amir Hidayat, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) Badan Kebijakan Fiskal Kemkeu.
Selain itu, pemerintah juga terus memacu investasi melalui penyederhanaan perizinan usaha dan deregulasi. Pemangkasan jalur birokrasi izin investasi dilakukan salah satunya melalui pendirian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) serta penggunaan Online Single Submission (OSS). Penyederhanaan perizinan dan deregulasi tersebut juga merupakan bagian dari upaya reformasi birokrasi khususnya dalam hal perbaikan di sisi kelembagaan.
“Akselerasi infrastruktur dan penyederhanaan birokrasi yang konsisten menjadi faktor yang penting untuk mendrong persepsi investasi Indonesia,” ujar Nurfransa.
Namun demikian, upaya mengejar pertumbuhan ekonomi itu tetap harus bisa menciptakan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Ke depan, Jokowi juga bertekad menjadikan ekonomi yang berkeadilan sebagai fokus utama pembangunan.
Menurut Susi, pemerintah berkomitmen dalam mengimplementasikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, berkualitas dan inklusif, yaitu dengan menitikberatkan kepada pembangunan ekonomi lokal. Salah satu yang akan dilakukan oleh pemerintah ke depan menyambung kawasan industri dan ekonomi khusus dengan meningkatkan koordinasi pusat dan daerah.
Nurfransa menambahkan, upaya mendorong pusat pertumbuhan di daerah juga dilakukan melalui penguatan kualitas desentralisasi fiskal melalui reformulasi Dana Alokasi Umum (DAU), Refocusing Dana Transfer Khusus, Dana Insentif Daerah (DID), serta DANA Desa (DD).
Hal ini dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan daya saing, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas layanan publik dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan.
Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Core Indonesia, bilang, tantangan ekonomi 2020 masih sangat berat. Pasalnya, pengaruh resesi global terhadap ekonomi Indonesia masih akan terasa satu hingga dua tahun ke depan.
Mengatasi berbagai risiko itu memang tidak mudah. “Perlu banyak penjuangan baik dari segi politik keamanan, regulasi ekonomi maupun dari implementasinya,” ujar Faisal.
Pendapat senada juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Heriyadi Sukamdani. Menurutnya, Kelesuan perekonomian global masih akan berlanjut hingga tahun depan, menyusul perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang belum juga mereda. Kondisi itu bakal menghambat aliran modal asing masuk ke Indonesia.
Ditambah masih banyaknya kendala investasi di Tanah Air, sehingga membuat iklim investasi belum kondusif. Antara lain masalah perizinan usaha, ketenagakerjaan, logistik, perpajakan, akses lahan, permodalan, energi, serta lemahnya daya beli. “Semua itu akan mempengaruhi investasi di Tanah Air,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, Apindo memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan stabil di kisaran 4,85%-5,1%.
Ramalan lebih optimis datang dari Mandiri Skuritas. Leo Putra Rinaldy, Chief Economist Mandiri Sekuritas, mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 stabil di kisaran 5,14%. Permintaan domestik, terutama investasi, akan menjadi pendorong utama laju pertumbuhan tahun depan.
Menurut dia, ada dua faktor pendukung yang mendorong pertumbuhan investasi Indonesia pada 2020. Pertama, kebijakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada semester II-2019 yang mulai dirasakan dampak positifnya di tahun depan. Kedua, regulasi fiskal yang berorientasi pada kemudahan investasi.
Di tengah kondisi makro yang cenderung membaik itu diharapkan mampu mendorong masuknya investasi, termasuk investasi asing. Namun menurutnya, investasi tersebut harus diprioritaskan pada sejumlah sektor strategis, seperti pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan sektor hilir yang berbasis komoditas.
“Revitalisasi sektor manufaktur terutama yang berbasis ekspor juga perlu dilakukan agar middle income trap dapat dihindari pada 2045,” katanya.
Sumber : Tabloid Kontan Edisi Khusus Desember
Leave a Reply