Kinerja APBN 2019 Loyo, Pemerintah Dinilai Lambat Antisipasi Ekonomi Global

JAKARTA, Hingga akhir tahun 2019, tercatat kinerja APBN loyo. Pasalnya, hingga November 2019, penerimaan perpajakan baru mencapai Rp1.312,4 triliun dari target Rp1.786,4 triliun. Artinya, capaian selama sebelas bulan itu penerimaan perpajakan baru mencapai 73,5 persen.

Demikian seperti dikutip dari rilis APBN KiTa. Tentu saja jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak tahun lalu jauh tertinggal. Hingga November 2018, capaian penerimaan pajak mencapai 80,4 persen.

Rendahnya peneriman pajak dipengaruhi beberapa faktor antara lain penerimaan PPh migas yang mengalami kontraksi 11,5 persen. Hingga November baru mencapai Rp52,9 triliun atau baru 80 persen dari APBN. Capaian itu jauh dari yang ditargetkan senilai Rp66,2 triliun.

Ini disebabkan oleh lifting migas yang lesu. Lipting minyak tercatat hanya 723 ribu barel per hari. Padahal diasumsi makro lifting minyak mencapai 775 ribu barel per hari. Sementara lifting gas juga lesu hanya 102 ribu barel ekuivalen minyak.

Untuk pajak non migas juga tumbuh melambat. Hanya tumbuh 0,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 14,7 persen. Selain itu, penerimaan bea dan cukai juga rendah yang hanya 6,9 persen dibanding tahun lalu 14,7 persen. Kinerja PNBP juga melambat yang hanya 3,4 persen dibanding tahun lalu mencapai 31,6 persen.

Sementara, dari sisi belanja negara realisasinya mencapai Rp2.046 triliun atau mencapai 83,1 persen dari APBN. Belanja pemerintah pusat hingga November mencapai Rp1.293 triliun atau 79,1 persen dari target APBN. Transfer ke daerah mencapai Rp752,8 triliun atau 91 persen dari APBN.

Menanggapi capaian kinerja yang masih jauh dari target. Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah menilai, penyebabnya antisipasi pemerintah lambat dalam merespons ketidakpastian global.

“Kondisi demikian tidak lepas dari perlambatan global. Juga seharusnya pemerintah merespin kebijakan atas perlambatan yang terjadi. Jangan diam saja,” ujar Piter, Senin (30/12).

Seharusnya, katanya, bisa memanfaatkan sumber daya manusia (SDM) dalam mengatasi masalah perlambatan ekonomi global. Bukan hanya menjadi penonton saja. “Pemerintah kan punya informasi, punya SDM, punya semua resources. Jadi manfaatkan secara optimal sehingga perlambatan tidak terjadi,” katanya.

Dia mencontohkan, negara Vietnam dan Filipina perekonomiannya tetap tumbuh meski diterjang gejolak ekonomi. Hal itu karena kebijakan yang dikeluarkannya sangat tepat. “Kalau kebijakan benar, saya yakin perekonomian kita masih bisa tumbuh. Persoalannya yang sekarang ini kebijakan kita kurang tepat,” ucap dia.

Senadanya dengan Core, Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B Hirawan mengatakan, pemerintah sudah mengetahui perlambatan ekonomi dunia akan berdampak pada Indonesia namun tidak bergerak cepat untuk melakukan antisipasi. “Saya kira adanya aksi leyeh-leyeh dari pejabat publik di masa transisi dari masa Jokowi periode pertama ke periode kedua,” tukasnya.

Sumber : radarcirebon.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only