Jika pasokan batubara ke Tiongkok terganggu, sejumlah produsen bersiap mengalihkan pasarnya ke negara lain
Jakarta. Wabah virus korona mengancam perekonomian China. Kondisi ini berpotensi mempengaruhi pasar batubara global, termasuk Indonesia. Sebab, Tiongkok merupakan salah satu konsumen batubara terbesar di dunia.
Produsen batubara di Indonesia turut mencermati perkembangan China. Bagi produsen Indonesia, Negeri Panda merupakan salah satu negara tujuan ekspor komoditas batubara yang signifikan.
Direktur Jendral Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, wabah korona belum memberikan pengaruh signifikan bagi komoditas batubara. “Batubara belum kelihatan dampaknya. Komoditas lain mungkin terpengaruh, tembaga misalnya. Mungkin karena (batubara) untuk energi, bukan komoditas yang langsung untuk industri,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (11/2).
Bambang mengatakan hingga kini belum ada produsen minerba yang mengajukan perubahan rencana volume produksi maupun penjualan. “Belum ada yang datang ke kami, apakah itu mengurangi produksi atau (penjualan) ke China,” sebut dia.
China memang menjadi pasar dominan dalam ekspor komoditas tambang Indonesia. Meski tak menyebutkan angka detail, Bambang mengatakan China memiliki porsi terbesar dalam ekspor batubara, maupun sejumlah komoditas mineral lain, seperti nikel dan produk turunannya.
Head of Corporate Comunication PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Febriati Nadira mengatakan, sampai ini virus korona belum berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan. Wabah itu justru bisa mengerek kebutuhan batubara dari China. Pasalnya. produksi batubara domestik China mungkin terganggu lantaran beberapa tambang tidak beroperasi maksimal. Kondisi tersebut membuat China kekurangan pasokan batubara. “Diharapkan permintaan impor batubara China meningkat untuk mengisi kekosongan pasokan domestik mereka,” kata dia, Selasa (11/2).
Adaro Energy memiliki banyak pelanggan dari berbagai negara, sehingga portofolio pasar ekspornya berimbang. ADRO juga bisa mengalihkan pasar manakala efek korona terhadap industri batubara mulai terasa signifikan.
Perkuartal III-2019, ADRO meraih pendapatan US$ 2,65 miliar. Dari jumlah itu, penjualan batubara ekspor sebesar US$ 1,98 miliar. Adapun penjualan batubara ke China sebesar US$ 294,05 juta.
Selain China, ADRO mengekspor batubara ke sejumlah negara seperti Malaysia, India, Korea dan Jepang. “Sebanyak 69% volume perjulaan Adaro ke pasar Asia Tenggara dan Asia Timur di luar China. Sedangkan penjualan ke China sebanyak 13% di kuartal ketiga tahun lalu,” kata Febriati.
Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Dileep Srivastava mengaku, sejauh ini ekspor batubara ke China masih berjalan normal, meski kekhawatiran terhadap efek korona meningkat. BUMI tetap waspada dan mencermati dampaknya terhadap permintaan batubara dari Tiongkok.
Dileep menilai, pada dasarnya sulit memproyeksikan potensi ekspor batubara ke China pada tahun ini. Meski begitu, BUMI selalu membuka kemungkinan mengubah pangsa pasar jika virus korona mengancam kinerja.
Tahun lalu, BUMI memproduksi 86,3 juta ton batubara dengan volume penjualan sebesar 87,7 juta ton. “Penjualan ekspor ke China diperkirakan memiliki porsi 19%,” ungkap Dileep.
Manajemen PT Harum Energy Tbk (HRUM) juga terus mencermati perkembangan pasar batubara ke China belum mengalami gangguan,” kata Direktur Utama PT Harum Energy Tbk, Ray Antonio Gunara.
HRUM tetap memantau situasi pasar dan menyiapkan alternatif penjualan batubara ke pasar lain. “Upaya ini untuk mengantisipasi kemungkinan terganggunya pasar China secara signifikan dalam beberapa waktu ke depan,” kata dia.
Ray tidak menyebutkan volume batubara Harum Energy yang menyasar pasar China. Mengacu laporan keuangan per kuartal III 2019, dari total penjualan US$ 200,28 juta, HRUM mencatatkan penjualan ekspor batubara ke Asia Timur sebesar US$ 108,62 juta. Wilayah Asia Timur yang dimaksud meliputi Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan China.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply