Omnibus Law untuk Siapa

Pemerintah dan DPR akan membahas dua Rancangan Undang-Undang (RUU) sapu jagat atau Omnibus Law Pajak, serta RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja. Targetnya, dua Omnibus Law tersebut tuntas tahun ini.

Sebagai beleid sapu jagat, dua omnibus law itu akan mengubah puluhan UU yang dinilai menghambat aliran investasi. Termasuk di antaranya merevisi UU Pajak serta UU Ketenagakerjaan.

Jika kelak berlaku, inilah aturan super yang akan mengubah total lanskap tata kelola dan rezim berusaha. Omnibus Law Pajak, misalnya akan memberikan asupan insentif pajak bagi penanaman modal. Wujudnya berupa penurunan pajak penghasilan perusahaan, maupun fasilitas pajak lain yang menarik.

Adapun Omnibus Law Cipta Kerja membabat peran daerah di semua perizinan investasi. Perizinan investasi lantas ditarik semua dan menjadi dominan pemerintah pusat. Selain itu, rezim perburuhan dan ketenagakerjaan dirombak. Mulai dari ketentuan pengupahan dan pesangon, hingga urusan outsourcing.

Nah, tekad merombak puluhan UU itu melalui omnibus law itu digadang-gadang menjadi modal utama pemerintah untuk menarik arus investasi besar-besaran ke Tanah Air. Ibarat kata, masak, sih investor tidak berminat jika insentif pajak diobral, izin usaha dipermudah, sementara urusan perburuhan dikendalikan.

Namun, dua RUU sapu jagat itu masih menyisakan sejumlah catatan. Terutama yang berkaitan dengan Omnibus Law Cipta Kerja. Misalnya, siapkah dan mampukah aparat pemerintah pusat melayani perizinan investasi secara mudah ? Apakah mental aparat pemerintah pusat sudag siap sebagai pelayan perizinan ?

Maklum, pada dasarnya keluhan atas hambatan izin investasi bukan hanya bersumber di daerah. Keruwetan perizinan dan birokrasi juga terjadi di level pemerintah pusat. Alhasil, percuma ada omnibus law jika mental birokrat tak berubah.

Hal lain yang juga disorot berkaitan dengan kerelaan pemerintah daerah menerima kenyataan bahwa mereka tidak memiliki lagi kewenangan perizinan investasi. Sikap ini sungguh amat penting untuk memuluskan tujuan omnibus law.

Ingat ya, mayoritas lokasi berusaha berada di daerah. Dus, apakah pemerintah daerah dijamin tidak berbuat neko-neko sebagai “pembalasan” atas hilangnya peran daerah di ranah perizinan investasi? Di sisi yang lain, aparat pemerintah pusat belum tentu paham secara detil kodisi lapangan usaha di daerah.

Satu catatan lagi yang juga patut dikemukakan terkait dengan omnibus law. Secara umum, pemerintah tampak lebih mengedepankan pendekatan kepentingan industri. Seolah-olah dua omnibus law ini bak memberi cek kosong kepada kaum industrialis untuk diisi apa saja fasilitas investasi yang diinginkannya.

Nyaris tak terlihat niat pemerintah dalam omnibus law ini untuk mendorong kalangan industri agar membangun pula masyarakat dan lingkungannya. Cara pandang dan model pendekatan dalam menarik investasi hanya menggunakan kacamata industri an sich.

Padahal era sekarang, pengembang industri dunia justru condong berbasis sosial, serta meminimalkan potensi munculnya gejolak sosial akibat investasi. Sebab keberlanjutan industri tergantung pada keberlanjutan sosialnya.

Tentu saja, masih banyak catatan lain yang perlu dipecahkan bersama-sama. Yang terang, menarik investasi bukan melulu bermodalkan aturan bagus. Kesiapapun mental birokrasi dan masyarakatnya juga berperan besar menarik investasi ke negara ini.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only