Kementerian Keuangan masih memvalidasi data yang didapat dari AEoI
Jakarta. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) punya modal cukup untuk memperluas basis pajak tahun ini. Terutama data hasil pertukaran informasi otomatis alias Automatic Exchange of Information (AEoI).
Kantor Pajak tinggal mengeksekusi data-data tersebut sehingga bisa menghasilkan basis pajak yang baru yang dapat dijadikan andalan untuk mengejar penerimaan pajak tahun ini. Terlebih, target tahun ini cukup tinggi, yaitu Rp 1.642,57 triliun atau naik 23% dari realiasasi tahun lalu.
Asal tahu saja, hingga saat ini, terdapat 94 negara alias yurisdiksi yang telah memulai AEoI. Selain itu, lebih dari 6.100 perjanjian pertukaran informasi bilateral telah disepakati. Ini membuat pengumpulan pajak lebih efisien.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut, sejak 2018 lalu, Indonesia telah menerima lebih dari 1,6 juta informasi akun keuangan dari berbagai negara. Nilainya mencapai lebih dari EUR 246,6 miliar atau setara Rp 3.685 triliun.
Namun, Menkeu belum mengkonfirmasi beberapa data dan nominal yang bisa dimanfaatkan untuk penerimaan negara. Sebab, data informasi tersebut dalam proses uji validasi terhadap laporan wajib pajak (WP), terutama dalam Surat Pemberitahuan (SPT).
Tapi yang jelas, “Ke depan, upaya penghindaran dan pengurangan pajak akan semakin dapat dicegah,” katanya, dikutip Minggu (23/2).
Upaya penghindaran dan pengurangan pajak semakin dapat dicegah.
Dalam sesi G20 Symposiun on Tax Transparancy, di Riyadh, Arab Saudi Sabtu (22/2) lalu, Menkeu menyampaikan, harus ada perlakukan sama di semua negara untuk mencapai transparansi perpajakan internasional yang baik. “Tidak boleh ada lagi negara tax haven atau low tax jurisdiction,” tambahnya.
Selain itu semua negara harus memiliki standar dan peraturan yang sama mengenai pertukaran informasi pajak. Selanjutnya, tiap negara harus mengkomunikasikan kepada rakyatnya pentingnya transparansi pajak ini. Yang terpenting, pemerintah harus menjamin kerahasiaan dan keamanan data wajib pajak.
Selain itu, “Masyarakat juga harus diyakini bahwa otoritas pajak memiliki SOP (Standard Operating Procedure), peraturan, infrastuktur teknologi, dan tata kelola yang kredibel dalam mengelola kerahasiaan dan keamanan data,” tandas Sri Mulyani.
Harus Optimal
Skema AEoI menjadi salah satu andalan Ditjen Pajak untuk mengejar penerimaan pajak tahun ini. Data hasil AEoI bakal dijadikan alat oleh otoritas pajak untuk memperluas basis pajak tahun ini.
Sebelumnya, Ditjen Pajak telah mendirikan Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Direktorat Data Informasi Perpajakan. Lewat dua direktorat baru tersebut, pemerintah dapat mengonfirmasi data yang diberikan dari pihak ketiga, termasuk data AEoI. Sehingga, validasi data diharapkan lebih efektif.
Selain itu, Ditjen Pajak juga berencana membuat pusat data yang terintegrasi untuk kepentingan perpajakan. Data-data tersebut dihimpun dari data pihak ketiga. Salah satunya data AEoI.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, pemanfaatan data merupakan cara yang paling ampuh yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengejar penerimaan pajak. “Untuk menguji kepatuhan WP, pemerintah perlu mengoptimalkan data yang sudah diterima serta menggali potensi yang ada,” kata Bawono belum lama ini.
Jika berjalan efektif, bukan tidak mungkin, tingkat kepatuhan WP tahun ini bisa mencapai target pemerintah, yaitu sebesar 80%. Pada akhirnya, akan berdampak pada peningkatan penerimaan pajak.
Sumber : Harian Kontan

WA only
Leave a Reply