Utang RI Diproyeksi Tembus 37 Persen dari PDB

JAKARTA — Bank Dunia memperkirakan tingkat utang Indonesia akan mencapai 37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2020. Proyeksi ini meningkat dari tingkat utang Indonesia saat ini sebanyak Rp5.172,48 triliun atau 31,78 persen dari PDB pada April 2020.

Ekonom Senior Bidang Makroekonomi, Perdagangan, dan Investasi Bank Dunia Ralph van Doorn mengatakan peningkatan terjadi akibat pelebaran defisit anggaran fiskal pemerintah. Hal ini terjadi lantaran besarnya kebutuhan dana untuk penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19 di Tanah Air.

“Didorong oleh defisit (anggaran) yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih lambat,” ucap Ralph saat diskusi virtual di BNPB, Selasa (2/6).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang sudah memberi restu pelebaran defisit APBN dari kisaran 3 persen menjadi 5,07 persen pada tahun ini.

Hal ini karena Indonesia butuh dana mencapai Rp405,1 triliun untuk penanganan dampak pandemi corona dan anggaran tambahan untuk pemulihan ekonomi nasional setelah krisis ekonomi akibat corona.

Selain karena defisit anggaran fiskal, Bank Dunia melihat tingkat utang Indonesia juga akan naik akibat lemahnya pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi corona.

Bank Dunia memperkirakan ekonomi nasional yang semula bisa tumbuh 5,2 persen akan terjun menjadi nol persen dan skenario terburuk mencapai minus 3,5 persen.

Di sisi lain, tekanan pada tingkat utang Indonesia juga datang dari tingginya tingkat imbal hasil (yield) atas surat utang yang dilepas oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dana di tengah pandemi corona.

Hal ini terjadi karena sisi penerimaan negara ikut lesu di tengah kendurnya aktivitas ekonomi masyarakat dan industri.

“Juga rasio bunga terhadap pendapatan yang terkena bunga utang yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih rendah,” terangnya.

Kendati tingkat utang meningkat, namun Bank Dunia mengingatkan pemerintah agar tetap menjaga kepercayaan pasar melalui pengelolaan fiskal yang baik. Caranya, dengan mengambil kebijakan ke depan untuk pemulihan pelebaran defisit anggaran dan menutup pembiayaan yang terlanjur diambil dari Bank Indonesia (BI).

Pasalnya, pemerintah meminta bank sentral nasional untuk ikut menyerap penerbitan surat utang pemerintah di pasar perdana. Selama ini, BI hanya menyerap Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Itu merupakan SBN yang dilepas oleh asing ketika kondisi pasar keuangan di dalam negeri dianggap tidak kondusif. Namun, kini BI bisa membeli surat utang pemerintah di pasar perdana.

BI menargetkan setidaknya bisa menyerap surat utang pemerintah sekitar Rp125 triliun atau 25 persen dari total target penerbitan. Tercatat BI sudah membeli surat utang pemerintah sekitar Rp22,8 triliun sampai 14 Mei 2020.

Sumber: CNNIndonesia.com

WhatsApp WA only