Omnibus Law: Ramai Obral Pajak, Pengusaha Pasti Happy?

Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI melalui rapat paripurna. Pengesahan ini mendapatkan penolakan keras dari para buruh karena dianggap tidak berpihak.

Selain mengatur antara pekerja dan perusahaan, di dalam UU Ciptaker ini ternyata terselip mengenai perpajakan. Setidaknya ada 4 UU perpajakan yang masuk dalam bagian ketujuh UU tersebut.

Dari draf RUU Omnibus Law Ciptaker Final yang dikutip Selasa (6/10/2020), yang mengubah ketentuan perpajakan ada di pasal 111, pasal 112, pasal 113 dan pasal 114.

Dalam pasal 111 diatur mengenai ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

Yang baru dalam Omnibus Law ini adalah yang dikecualikan dari objek PPh yakni:

1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
2. Harta hibahan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
3. Warisan;
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
5. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, yang dinikmati dalam bentuk natura dan kenikmatan, dengan ketentuan, bahwa yang memberikan penggantian adalah pemerintah atau Wajib Pajak menurut Undang-Undang ini dan Wajib Pajak yang memberikan penggantian tersebut
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa
7. Dividen
8. Penghasilan lain dari luar negeri.

Dalam pasal 112 mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPNBM.

Yang baru adalah sektor yang dikecualikan dari PPN adalah:

Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;
b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

a. Jasa pelayanan kesehatan medis;
b. Jasa pelayanan sosial;
c. Jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. Jasa keuangan;
e. Jasa asuransi;
f. Jasa keagamaan;
g. Jasa pendidikan;
h. Jasa kesenian dan hiburan;
i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. Jasa tenaga kerja;
l. Jasa perhotelan;
m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
n. Jasa penyediaan tempat parkir;
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. Jasa boga atau katering.

Dalam pasal 113 mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dalam pasal 114 mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Yang baru dalam pasal ini adalah, pemerintah pusat kina dapat melakukan campur tangan atau intervensi terhadap kebijakan tarif pajak dan restribusi yang selama ini ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only