Sri Mulyani: Klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja tidak muncul tiba-tiba

JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan menjadi UU oleh DPR pada Senin (5/10). Dalam beleid sapu jagad tersebut, pemerintah menyisipkan aturan terkait perpajakan yang sebelumnya berada dalam RUU Omnibus Law Perpajakan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kluster perpajakan dalam UU Cipta Kerja tidak muncul tiba-tiba. Menkeu bilang, beberapa ketentuan dalam RUU Omnibus Law Perpajakan sudah diundangkan melalui Peraturan Pemerintah Penggangti Undang-Undang (Perrpu) Nomor 1 Tahun 2020 yang sudah menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 terkait penanggulangan ekonomi akibat pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19).

Misalnya, soal tarif pajak penghasilan (PPh) badan yang diturunkan dari 25% menjadi 22% berlaku pada 2020-2021. Kemudian, aturan soal kewajiban terkait pajak pertambahan nilai (PPN) dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) khususnya penunjukan subjek pajak luar negeri (SPLN).

Nah, sisa pasal dalam RUU Omnibus Law Perpajakan yang belum terangkul UU Nomor 2 Tahun 2020 disisipkan di UU Cipta Kerja. Tujuannya agar beleid sapu jagad tersebut dapat berjalan efektif dan esfisien. Sebab, intisari dari RUU Omnibus Law Perpajakan juga untuk mendongrak investasi.

Setali tiga uang, RUU Omnibus Law Perpajakan dihapuskan. Salah satu pasal RUU Omnibus Law Perpajakan yang dicantumkan dalam UU Cipta Kerja yakni terkait pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), pengecualian pajak penghasilan (PPh) atas dividen, pengaturan terkait subjek pajak orang pribadi, dan lain-lain.

“Jadi kalau ada yang menyampaikan sesuatu pemasukan pasal-pasal RUU Omnibus Law Perpajakan dalam UU Cipta Kerja tidak benar. Pemerintah bersama-sama dengan DPR, membahas antara komisi dan badan legislasi,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Rabu (7/10).

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only