Penegasan Penerbitan Faktur Pajak Pedagang Eceran dalam UU Cipta Kerja

Ketentuan diperkenankannya pengusaha kena pajak pedagang eceran (PKP PE) membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dipertegas.

Penegasan tersebut tercantum dalam Pasal 13 ayat (5a) UU PPN. Pasal tersebut merupakan pasal baru dan menjadi salah satu subtansi perubahan UU PPN yang masuk dalam klaster Perpajakan UU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin (5/10/2020).

PKP PE dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir.

“Yang diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri keuangan,” demikian bunyi penggalan Pasal 13 ayat (5a) UU PPN yang dimuat dalam UU Cipta Kerja, dikutip pada Rabu (7/10/2020).

Kendati sebelumnya belum termaktub dalam UU PPN, ketentuan mengenai penerbitan faktur pajak oleh PKP PE tanpa mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual telah tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) UU KUP.

Selain itu, ketentuan tersebut juga telah diatur dalam Perdirjen Pajak No. PER-58/PJ/2010 dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-137/PJ/2010. Pada intinya PER-58/PJ/2010 dan SE-137/PJ/2010 mengharuskan PKP PE membuat faktur pajak dengan paling sedikit memuat 5 informasi.

Pertama, nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP. Kedua, jenis BKP yang diserahkan. Ketiga, jumlah harga jual yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah. Keempat, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang dipungut.

Kelima, kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak. Apabila disandingkan dengan syarat minimal yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN, PKP PE dapat membuat faktur tanpa mencantumkan identitas pembeli dan tanda tangan penjual.

Pada intinya baik Pasal 14 ayat (1) UU KUP maupun PER-58/PJ/2010 dan SE-137/PJ/2010 memperkenankan PKP PE untuk membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli dan tanda tangan penjual sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan g UU PPN.

Adapun ketentuan mengenai siapa yang dimaksud dengan PKP PE yang saat ini berlaku adalah Pasal 20 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) 1/2012 jo Pasal 5 ayat (2) PMK-151/PMK.03/2013 jo Pasal 1 ayat (1) PER-58/PJ/2010.

Merujuk pada aturan tersebut, PKP PE merupakan PKP yang dalam kegiatan usaha/pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan 3 cara. Pertama, melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya

Kedua, dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang. Ketiga, umumnya penyerahan BKP atau transaksi jual beli dilakukan tunai dan penjual langsung menyerahkan BKP atau pembeli langsung membawa BKP yang dibelinya.

Dengan demikian, penambahan Pasal 13 ayat (5a) UU PPN dalam UU Cipta Kerja menegaskan kembali mengenai ketentuan penerbitan faktur pajak bagi PKP PE. Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai hal ini akan diatur dengan peraturan menteri keuangan. (kaw)

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only