Konsensus Global Pajak Digital Bakal Tertunda, Ini Kata Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan konsensus global atas proposal pemajakan ekonomi digital tetap perlu dicapai untuk menciptakan sistem perpajakan internasional yang berkepastian hukum.

Meski konsensus atas proposal Pillar 1: Unified Approach dan Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) terpaksa ditunda, ia menyebutkan semua negara baik anggota Inclusive Framework maupun negara G20 berkomitmen untuk menyepakati proposal pada pertengahan 2021.

“Dari sisi komitmen semua negara tetap berharap [konsensus global atas proposal pajak digital OECD] bisa dicapai pada 2021, Indonesia juga tetap mendukung terciptanya konsensus,” ujar Sri Mulyani, Senin (19/10/2020).
Menurut menkeu, konsensus atas kedua proposal tidak hanya berdampak terhadap korporasi digital multinasional saja, melainkan juga kepada seluruh korporasi multinasional yang selama ini memiliki penghasilan dari yurisdiksi pasar tetapi tidak bisa dipajaki.


Bila konsensus tercapai, sambungnya, semua negara akan memiliki rambu-rambu dan prinsip-prinsip yang adil yang bisa dijadikan pegangan bagi semua negara, terutama bagi yurisdiksi pasar termasuk Indonesia.
Saat ini, lanjut Sri Mulyani, Indonesia memiliki seperangkat peraturan pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak transaksi elektronik (PTE) pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020.
Meski demikian, konsensus global atas pajak digital dari OECD tersebut tetap penting dicapai untuk menguatkan enforcement pajak digital, sekaligus menghindari retaliasi antarnegara yang merugikan perekonomian.


“Indonesia diuntungkan karena pada praktik penggerusan basis dan penggeseran laba atau BEPS akan dimitigasi melalui pemajakan ekonomi digital dan global minimum tax,” ujar Sri Mulyani.
Indonesia sebagai yurisdiksi pasar akan menikmati tambahan penerimaan pajak bila konsensus atas Pillar 1 dan Pillar 2 tercapai. OECD memperkirakan tambahan penerimaan pajak dari korporasi global bisa mencapai US$50 miliar hingga US$80 miliar.


Menurut OECD, negara-negara berpenghasilan tinggi, menengah, hingga rendah bakal menikmati tambahan penerimaan pajak. Hanya yurisdiksi-yurisdiksi investment hub saja yang akan mengalami penurunan penerimaan pajak akibat pemberlakuan kedua proposal.

Sumber: DDTC.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only