Pemerintah berikan super tax deduction hingga 300% untuk sektor industri farmasi

JAKARTA. Pemerintah memberikan insentif super tax deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) untuk industri farmasi. Tak tanggung, pemerintah memberikan pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan.

Ketentuan tersebut sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu Di Indonesia. Beleid ini mulai berlaku per tanggal 9 Oktober 2020.

PMK 153/2020 itu merupakan aturan pelaksana dalam Pasal 30 huruf d Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 terkait penghitungan pajak penghasilan (PPh) kena pajak dan pelunasan PPh tahun berjalan.

Beleid ini memberikan penegasan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian litbang tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Pande Putu Oka mengatakan,  beleid ini diterbitkan dalam rangka membuka kesempatan bagi dunia usaha untuk mengembangan research and development (RnD) sebelas fokus kegiatan litbang sebagaimana terlampir di PMK 153/2020.

Kendati demikian, Oka menyampaikan otoritas fiskal tetap ketat menyaring pemohon insentif super tax deduction tersebut. Sehingga penerima insentif benar-benar merupakan prioritas penelitian dan pengembangan yang searah dengan tujuan pemerintah.

Salah satu, fokus RnD yang dapat menerima pengurangan penghasilan bruto hingga 300% yakni farmasi dengan tema penelitian dan pengembangan bahan farmasi, farmasi untuk manusia, obat tradisional, industri fitofarmaka, industri ekstrak dan bahan alami, serta alat kesehatan dan laboratorium.

Oka bilang, dengan stimulus yang diberikan itu, diharapkan industri farmasi dapat mengembangkan produknya sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Mengingat penanggulangan kesehatan di masa pandemi saat ini. Selain itu, besar asa pemerintah agar vaksin Covid-19 bisa ditemukan dikembangkan.

“Kalau memang klasifikasinya masuk harusnya bisa diajukan insentif ini, berapa persen dapatnya tergantung kriteria yang dipenuhi.,” kata Oka kepada Kontan.co.id, Minggu (18/10).

Oka menambahkan, insentif ini akan dibukukan dalam belanja perpajakan 2020. Secara keseluruhan. Kemenkeu memproyeksi belanja perpajakan tahun ini akan naik dibanding realisasi akhir tahun lalu sebesar Rp 257,22 triliun seiring penanganan pandemic.

Oka menegaskan, besaran insentif pengurangan penghasilan bruto akan tergantung dari jumlah pelaporan wajib pajak penerima. Sementara, Oka mengaku untuk realisasi insentif sebagaimana PP 45 Tahun 2019 belum bisa diestimasi perkara surat pemberitahuan (SPT) belum beres.

Adapun secara umum ada sebelas daftar fokus kegiatan litbang yang bisa mendapatkan insentif tersebut antara lain pertama pangan. Kedua, farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan. Ketiga, tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka. Keempat alat transportasi.

Kelima, elektronika dan telematika atau information and communication technology (ICT). Keenam, energi. Ketujuh, barang modal, komponen, dan bahan penolong. Kedelapan, agroindustry.

Kesembilan, logam dasar dan bahan galian bukan logam. Kesepuluh, kimia dasar berbasis minyak dan gas (migas), serta batubara. Kesebelas, pertahanan dan keamanan.

Secara rinci, jumlah insentif tersebut tersebar dalam dua hal. Pertama, pengurangan penghasilan bruto sebesar 100% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk litbang. Kedua, tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk litbang dalam jangka waktu tertentu.

Besaran tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar 200% tersebut dibagi dalam beberapa insentif yakni diskon 50% jika penelitian dan pengembangan penghasilan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak perlindungan varietas tanaman (PVT) yang didaftarkan di kantor Paten atau kantor PVT dalam negeri.

Kemudian, 25% jika penelitian dan pengembangan menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT yang selain didaftarkan di kantor Paten atau kantor PVT dalam negeri, juga yang didaftarkan di kantor Paten atau kantor PVT luar negeri.

Lalu, 100% jika penelitian dan pengembangan mencapai tahap komersialisasi. Terakhir, 25% jika penelitian dan pengembangan yang menghasilkan hal kekayaan intelektual berupa hak Paten dan Hak PVT mencapai tahap komersialisasi yang dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah dan/atau lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only