Ini Saran Pakar Soal Kebijakan Pajak dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi

Kebijakan fiskal khususnya terkait dengan instrumen perpajakan dinilai bakal menjadi pemain utama yang dapat menopang perekonomian nasional pada masa pandemi virus Corona atau Covid-19.

Partner of Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan kebijakan stimulus dan insentif pajak masih menjadi agenda utama dalam masa pandemi. Meski begitu, sambungnya, menjaga sumber penerimaan juga tidak kalah penting.

Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan adanya keseimbangan antara memberikan relaksasi melalui insentif dan kebutuhan untuk mengamankan penerimaan negara dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Masih ada sejumlah tantangan dalam pengelolaan kebijakan fiskal untuk menyeimbangkan kebijakan insentif untuk pemulihan ekonomi dan kebutuhan mobilisasi penerimaan,” katanya dalam webinar bertajuk 2021: The Future of Taxation Policy in Pandemic Recovery Era, Rabu (21/10/2020).

Bawono menuturkan kebijakan pajak pada fase pemulihan ekonomi dihadapkan dengan beberapa masalah klasik seperti rendahnya kepatuhan wajib pajak, tax ratio yang rendah, dan masih besarnya tax gap baik dari sisi kepatuhan maupun kebijakan.

Hal tersebut menyebabkan struktur penerimaan pajak menjadi tidak seimbang karena adanya perbedaan besar antara kontribusi sektor usaha kepada PDB nasional dan kontribusi yang diberikan dalam bentuk penerimaan pajak.

Tantangan lain yang menanti dalam masa pemulihan ekonomi antara lain masih besarnya porsi shadow economy seperti sektor informal dan munculnya jenis pekerjaan nonstandard yang belum sepenuhnya diakomodasi oleh administrasi pajak.

“Persoalan ketimpangan kekayaan dan harta juga menjadi tantangan lain dalam perumusan serta pengelolaan kebijakan di masa depan,” tutur Bawono.

Kebijakan pajak pada masa pemulihan ekonomi juga mempunyai sejumlah modal besar untuk tetap mengoptimalisasi penerimaan. Misal, faktor bonus demografi yang akan meningkatkan populasi kelas menengah dan kelompok kaya sebagai sumber penerimaan negara.

Lalu, lanjut Bawono, model bisnis dan globalisasi secara elektronik yang saat ini terus berkembang juga menjadi peluang lain bagi pemerintah untuk mendapatkan jaminan penerimaan pajak dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, konsistensi penerapan kebijakan fiskal terutama dalam regulasi pajak menjadi kunci bagi pemerintah untuk melakukan mobilisasi penerimaan pajak tanpa mengganggu proses pemulihan ekonomi.

Di samping itu, instrumen kebijakan sudah berada di tangan otoritas. Kebijakan tersebut antara lain UU Cipta Kerja dengan kluster perpajakan untuk kepastian hukum, meningkatkan daya saing, dan mendorong kemudahan berusaha.

Kemudian, kebijakan reformasi pajak dengan lima pilar utama yaitu pembenahan organisasi, SDM, teknologi dan basis data, proses bisnis dan regulasi yang harus dituntaskan secara komprehensif. Aspek ini penting untuk meningkatkan basis pajak dan mengurangi tax gap.

Selanjutnya, kebijakan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2020-2024 dan Renstra DJP 2020-2024 yang dapat menjadi alat untuk mendorong kebijakan fiskal lebih fleksibel dan efektif dalam upaya optimalisasi penerimaan.

“Visi kebijakan sudah tersedia dan sekarang bagaimana konsistensi dalam implementasi seperti reformasi pajak komprehensif dan menjalankan Renstra DJP 2020-2024. Hal ini [konsistensi] diperlukan karena ada syarat minimum angka tax ratio,” ujar Bawono. (rig)

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only