Kontrak CPO Diobral, Harga Jatuh karena Ambil Untung

Jakarta, – Selain Indonesia, Malaysia juga menetapkan hari ini Kamis (29/10/2020) sebagai hari libur nasional untuk memperingati hari lahir (maulid) junjungan besar umat Islam Nabi Muhammad SAW. Sebelum libur harga minyak sawit mentah (CPO) Negeri Jiran terkoreksi akibat aksi ambil untung.

Setelah mencapai posisi terendahnya sepanjang tahun pada awal Mei lalu, harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange reli tak terbendung hingga pertengahan bulan September.

Kenaikan tajam yang terjadi membuat harga CPO kembali ke level sebelum pandemi Covid-19 merebak. Reli terhenti sejenak dan harga minyak nabati unggulan RI dan Malaysia itu bergerak volatil.

Ketika bulan Oktober mulai masuk tanggal-tanggal ‘buncit’ harga CPO kembali terbang akibat prospek permintaan yang membaik yang dibarengi dengan ancaman penurunan output akibat La Nina.

Namun sebelum libur Maulid Nabi Muhammad harga CPO untuk kontrak pengiriman Januari 2021 terkoreksi 14 ringgit atau terpangkas 0,46% ke RM 3.051/ton karena ada aksi profit taking dari para trader.

“Harga turun karena aksi ambil untung dan karena pasar sudah menunjukkan level jenuh beli (overbought),” kata seorang pedagang yang berbasis di Kuala Lumpur kepada Reuters.

Harga CPO saat ini masih berada di rentang tertingginya dalam sembilan bulan terakhir. Harga CPO juga sudah pulih dari level koreksi akibat pandemi Covid-19.

Naiknya harga CPO belakangan ini ke rentang level tertinggi dalam sembilan bulan dipicu oleh kenaikan permintaan ekspor di tengah ancaman penurunan output akibat fenomena perubahan iklim La Nina yang melanda di kawasan tropis pasifik.

ready viewed Konsekuensi La Nina adalah curah hujan yang lebat. Bahkan bisa 40% lebih tinggi dibanding curah hujan normal. Berkaca pada kejadian yang sudah terjadi sebelumnya, La Nina selalu dibarengi dengan bencana hidrometeorologis seperti banjir dan tanah longsor yang membuat aktivitas panen menjadi terganggu dan kerusakan stok.

Di saat yang sama, ekspor minyak nabati ini melonjak di bulan Oktober. Ekspor minyak sawit ke Eropa dan India mengalami kenaikan sementara ekspor ke pasar China cenderung drop. Ekspor ke Uni Eropa naik 2,1% menjadi 289,3 ribu ton dari sebelumnya 283,3 ribu ton.

Pada periode yang sama, impor India tercatat mencapai 369,1 ribu ton, naik dobel digit sebesar 10,5% dibanding bulan September yang tercatat hanya 334,2 ribu ton. Sementara itu impor China drop 23% menjadi 186,1 ribu ton dari 242,5 ribu ton.

“Stok minyak sawit global akan turun satu juta ton tahun ini, sebelum pulih 2,7 juta ton pada 2021,” kata Ivy Ng, kepala daerah penelitian perkebunan di CGS-CIMB Research, dalam sebuah konferensi pada hari Selasa, melansir Reuters.

Indonesia menetapkan pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO) sebesar US$ 3/ton. Pajak tidak berubah dari Oktober. Pemerintah menetapkan harga referensi CPO di US$ 782,03/ton.

Sebagai produsen terbesar di dunia, Indonesia telah menetapkan pajak ekspor CPO sebesar US$ 3 per ton untuk November atau tidak berubah dari Oktober.

“Produsen kelapa sawit terbesar dunia diharapkan bakal mengumumkan struktur pungutan ekspor baru minggu depan, dan kemungkinan akan menaikkannya hingga maksimum US$ 120- US$ 122,50 per ton,” kata Marcello Cultrera, manajer penjualan institusional & broker di Phillip Futures, Kuala Lumpur mengutip Reuters.

“Ini dipandang mendukung Bursa Malaysia Derivatives.”

Indonesia pada bulan September mengatakan pihaknya berencana untuk merevisi aturan pungutan ekspor minyak sawit sebagai bagian dari langkah untuk mendukung mandat biodiesel B30, di tengah kekhawatiran bahwa harga minyak mentah yang tertekan telah membuat program tersebut menjadi tak berkelanjutan.

Impor minyak sawit ke Uni Eropa dan Inggris pada musim 2020/21 yang dimulai pada 1 Juli mencapai 1,95 juta ton pada 25 Oktober, naik 3% dari musim sebelumnya, data resmi UE menunjukkan pada hari Selasa.

Harga minyak sawit mentah pada tahun 2020 kemungkinan besar akan jauh lebih baik daripada ekspektasi Fitch Ratings sebelumnya, terutama karena pemulihan yield yang lebih lambat dari perkiraan, kata lembaga pemeringkat tersebut.

Namun kembali maraknya lockdown terutama di berbagai negara Eropa seperti Prancis dan Jerman seiring dengan lonjakan kasus infeksi Covid-19 yang terjadi berpotensi menghambat kenaikan harga yang lebih tinggi.

Sumber : CnbcIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only