Keadilan dan kepastian pajak mesti terwujud dalam peraturan pemerintah perihal Undang-Undang Cipta Kerja terkait Perpajakan. Begitu juga dalam implementasinya.

JAKARTA, — Rancangan Peraturan Pemerintah Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan ditargetkan selesai pada akhir November ini. Salah satu aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu tuntutan untuk mampu menciptakan keadilan dan kepastian pajak.

Saat ini pemerintah sedang menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja berupa 40 peraturan pemerintah (PP) dan 4 perpres. Sejauh ini, ada 30 draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang sudah selesai dan dapat diakses di laman uu-ciptakerja.go.id.

Adapun aturan turunan yang masih dalam tahap penyusunan, di antaranya RPP Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan. RPP ini meliputi perubahan berbagai ketentuan dalam tiga UU terkait perpajakan, yaitu UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan UUNomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, RPP perpajakan terdiri atas enam bab yang mencakup delapan pasal. Secara garis besar, substansi RPP perpajakan fokus pada empat hal, yakni meningkatkan pendanaan investasi, mendorong kepatuhan wajib pajak, memberikan kepastian hukum, dan menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri.

”UU Cipta Kerja akan memberi kepastian perpajakan bagi dunia usaha. Kepastian diciptakan melalui rezim dengan memberikan keadilan level berusaha,” kata Sri Mulyani, Kamis (19/11/2020).

Pengamat pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, berpendapat, isu utama yang mesti terjawab dalam RPP perpajakan adalah penciptaan keadilan dan kepastian pajak. Keadilan dan kepastian pajak tidak cukup pada tataran regulasi, tetapi juga dalam implementasi pelaksanaannya.

Salah satu ketentuan yang banyak disorot terkait pajak dividen. Dalam UU Cipta Kerja, Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen dari dalam negeri dihapuskan. Sementara, dividen dan penghasilan setelah pajak dari luar negeritidak dikenakan PPh, sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk kegiatan usaha di Indonesia.

Darussalam menilai, ketentuan pajak dividen yang baru akan menciptakan keadilan pajak. Sebelumnya, tarif pajak dividen orang pribadi dan badan dibedakan. Pajak dividen orang pribadi bisa 32,5 persen, sedangkan pajak badan 25 persen. Tarif pajak itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura (17 persen) dan Malaysia (24 persen).

”Saat ini, dengan UU Cipta Kerja, tarif pajak yang dikenakan sesuai level pemajakan badan sebesar 22 persen sampai tahun depan. Tidak dibedakan,” kata Darussalam.

Aturan detail

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita berpendapat, sebagian besar masukan dunia usaha terkait perpajakan sudah diakomodasi di dalam UU Cipta Kerja. Meski demikian, ketentuan perpajakan dalam UU Cipta Kerja harus dibuat secara detail dalam PP maupun Peraturan Menteri Keuangan.

Salah satu ketentuan yang perlu dibuat lebih detail adalah berkaitan pajak dividen. UU Cipta Kerja tidak menjelaskan jenis investasi yang bisa mendapat pembebasan PPh dividen dan penghasilan setelah pajak dari luar negeri. Selain itu, aturan terkait batas waktu pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)juga perlu diperjelas. ”Setelah draf RPP perpajakan selesai, pemerintah juga harus mendengarkan masukan per sektor usaha,” ujarnya. Menurut Suryadi, ketentuan perpajakan dalam UU Cipta Kerja harus menjamin aspek keadilan.

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menambahkan, pemerintah membuka ruang aspirasiterkait UU Cipta Kerja. Penyerapan aspirasi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Publik yang ingin memberikan masukan dapat mengakses portal resmi UU Cipta Kerja.

Sementara itu, Kamis, Komite Pembela Hak Konstitusional (Kepal), mengajukan uji formil atas UU No 11/2020 ke Mahkamah Konstitusi. UU 11/2020 dinilai menyimpang dari aturan pembentukan UU serta memuat ketentuan yang bermasalah terkait sektor pertanian, hortikultura, perkebunan, pendidikan, nelayan, dan pertanahan.

Sumber : Harian Kompas
Tgl : 20 Nov 2020

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only