Sri Mulyani Pungut Pajak Penjualan Pulsa, Berikut 5 Faktanya

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberlakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher. Regulasi itu ditandatangani oleh Sri Mulyani sejak 22 Januari 2021 dan akan mulai berlaku pada 1 Februari 2021.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Serta Pajak Penghasilan Atas Penyerahan Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.

Terkait hal itu, sejumlah fakta menarik soal pemungutan pajak penjualan pulsa/kartu perdana, token, dan voucher, berhasil dirangkum Okezone, Jakarta, Minggu (31/1/2021).

  1. Dikenakan pada Penyelenggara Distribusi

Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/PMK.03/2021 disebutkan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan Penyelenggara Distribusi dikenai PPN. Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada berupa Pulsa dan Kartu Perdana berbentuk Voucer fisik atau elektronik.

“Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Penyedia Tenaga Listrik dikenai PPN. Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada berupa Token. Token sebagaimana dimaksud merupakan listrik yang termasuk Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” tulis PMK Nomor 3 yang dikutip Okezone.

  1. Tarif PPN Sebesar 10% dan PPh 0,5%

PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN sebesar 10% dengan Dasar Pengenaan Pajak.Sementara, untuk pemungutan PPh Pasal 22 dikenakan tarif sebesar 0,5% dari nilai yang ditagih oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua kepada Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya; atau Harga Jual, atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.

  1. Tidak Berpengaruh Terhadap Harga Pulsa

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemberlakuaan pemungutan pajak ini tidak berpengaruh pada harga pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer.

“Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA PULSA/KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER,” tulis Sri Mulyani dari akun Instagram @smindrawati.

  1. Selama Ini Pajak Pulsa Sudah Berjalan

Sri Mulyani Juga mengatakan, selama ini PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan. Jadi menurutnya, tidak benar jika ada pungutan pajak baru untuk pulsa, token listrik dan voucer.

“Selama ini PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer SUDAH BERJALAN. JADI TIDAK ADA PUNGUTAN PAJAK BARU UNTUK PULSA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER,” tulis Sri Mulyani, dalam Instagramnya.

  1. Dinilai Menghambat Transformasi Digital

Kebijakan pemerintah terkait pemungutan Pajak Penjualan Nilai (PPN) ini menuai pro dan kontra dari sejumlah kalangan. Aturan ini dinilai bisa berdampak negatif, yaitu menghambat proses transformasi digital.

“Justru ini akan menghambat proses transformasi digital. Jadi sebaiknya pemerintah berpikir ulang untuk mengenakan PPN,” kata Ekonom Indef Bhima Yudhistira kepada Okezone, Sabtu (30/1/2021).

Dia menjelaskan, alasannya karena di tengah masih berlangsungnya pandemi Covid-19, maka banyak pebisnis dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pulsa atau paket internet.

Sumber: Okezone.com , Minggu 31 Januari 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only