Lima Tantangan Perekonomian 2021 Menurut Ekonom

JAKARTA — Ekonom Narasi Institute Fadhil Hasan mengatakan bahwa pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih negatif, yakni antara negatif 1,5% sampai negatif 0,5%. “Negatifnya pertumbuhan kredit sampai bulan Maret 2021 menjadi sinyal ekonomi pada kuartal I bahwa dunia usaha masih lemah,” ujar Fadhil Hasan dalam Zoominari Kebijakan Pubik, Jumat (30/4).

Fadhil menerangkan, pertumbuhan kredit pada Januari 2021 masih negatif sebesar -2,1%, kredit bulan Februari negatif sebesar -2,3% dan kredit bulan Maret -3,7% secara tahunan (year on year/yoy). Penyebab masih negatifnya pertumbuhan kredit adalah masih besarnya credit risk di berbagai sektor walau kredit investasi di beberapa sektor usaha sudah mulai menunjukkan pemulihan pada awal tahun ini, dan mayoritas masih tetap mencatatkan koreksi secara tahunan.

Salah satu kredit yang cukup menggembirakan adalah kinerja Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang naik pada kuartal I-2021. Data Bank Indonesia mencatat kredit KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) sebesar Rp 528,4 triliun pada Maret 2021, naik 4,2% secara year on year (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan Februari 2021 yang sebesar 3,8% yoy. “Namun, selama optimisme pelaku usaha untuk mulai ekspansi masih rendah, kinerja kredit investasi pun kemungkinan akan tetap terbatas,” ujarnya.

Fadhil Hasan berpendapat untuk memastikan ekonomi berkelanjutan perlu memastikan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berjalan efektif dan efisien.

“Program PEN sangat krusial sebagai instrumen utama pemerintah untuk menjaga konsumsi RT dan keberlangsungan aktivitas usaha. Jadi, pemerintah harus serius sekali,” ujar Fadhil Hasan.

Fadhil melihat ada lima tantangan ekonomi tahun 2021. Tantangan pertama terjadi pada sisi permintaan dunia usaha yang masih lesu, permintaan belum tumbuh kuat meski sudah ada intervensi. Namun berita baiknya, perkembangan indikator ekonomi secara bulanan mengalami perbaikan terutama dari sisi ekspor akibat peningkatan harga produk ekspor andalan Indonesia dan produksi ditunjukkan oleh PMI yang meningkat.

Tantangan kedua terjadi pada sisi kecepatan waktu pemulihan dibandingkan negara lain. Pertumbuhan ekonomi di Tiongkok melesat, tumbuh 18,3%. Begitu pun pertumbuhan ekonomi AS Q1-2021 tumbuh 6,4% (yoy). Produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat pada kuartal I-2021 tercatat mencapai US$ 19,1 triliun. Tiongkok dan AS mengalami pemulihan ekonomi yang lebih cepat.

Dari sisi ekspor, hal itu baik bagi Indonesia, sebab kedua negara tersebut merupakan negara mitra dagang utama. “Namun, di sisi lain, ada potensi Bank Central AS dan Tiongkok akan lebih cepat meningkatkan suku bunganya sehingga rupiah Indonesia terdampak buruk pada sisi nilai tukar. Kondisi pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih lambat dari ekonomi negara maju akan menyebabkan risiko nilai tukar yang serius seperti kondisi taper tantrum 2013-2015 di mana nilai tukar rupiah melemah 25%,” ujarnya.

Tantangan ketiga ada pada pengelolaan utang. Kementerian Keuangan merilis jumlah utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 6.445,07 triliun per Maret 2021 atau setara 41,64% dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah itu meningkat Rp 84,05 triliun atau 1,32% dari Rp 6.361,02% pada Februari 2021. Dari sisi persentase, rasio utang tersebut telah melewati batas yang selama ini berusaha dijaga pemerintah, yaitu 30% dari PDB, namun belum melewati batas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu 60% dari PDB.

Utang pemerintah terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) Rp 5.583,16 triliun atau setara 86,63% dari total utang. Sedang sisanya, Rp 861,91 triliun berasal dari pinjaman.

Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 417,4 triliun untuk sektor infrastruktur dalam APBN 2021. Dana itu rencananya digunakan untuk penyediaan layanan dasar, peningkatan konektivitas, dukungan pemulihan ekonomi, termasuk melanjutkan program prioritas yang tertunda. “Makin banyaknya utang dengan sendirinya akan sangat berisiko bagi kesehatan keuangan negara. Selain semakin susah juga untuk mencari pihak yang mau memberikan pinjaman baru kepada Indonesia. Perlu dipertimbangkan untuk menjadwalkan kembali berbagai infrastruktur yang kurang memiliki dampak jangka pendek-menengah,” ujar Fadhil Hasan.

Tantangan keempat pada penerimaan negara khususnya pajak yang terus turun. Penerimaan pajak Indonesia hanya sebesar Rp 228,1 triliun pada Maret 2021. Jumlahnya turun 5,6% dari Maret 2020 yang sebesar Rp 241,6 triliun. Sementara, penerimaan dari beberapa jenis pajak tercatat minus. Rinciannya, penerimaan PPh 21 selama kuartal I-2021 minus 5,58%, PPh 22 impor minus 38,55%, dan PPh badan minus 40,48%. Lalu, untuk penerimaan dari PPh 26 tumbuh 1,56%, PPh final tumbuh 0,6%, PPN dalam negeri tumbuh 4,11%, dan PPN impor tumbuh 8,21%.

Dari sektoralnya, penerimaan pajak dari industri pengolahan selama kuartal I-2021 minus 7,22%, perdagangan minus 5,51%, jasa keuangan dan asuransi minus 14,64%, konstruksi dan realestat minus 19,76%, transportasi dan pergudangan minus 6,94%, dan jasa perusahaan minus 12,7%.

Ada sedikit peningkatan dalam penerimaan kepabeanan dan cukai pada Maret 2021 sebesar Rp 62,3 triliun. Angkanya tumbuh 62,7% dari periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan informasi Kementerian Keuangan, penerimaan dari bea masuk naik 7,43%, cukai tumbuh 70,1%, dan bea keluar melonjak 534,8%. Bea masuk naik didorong peningkatan devisa bayar.

Realisasi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 di kuartal I-2021 tercatat sebesar Rp 144,2 triliun, atau setara 14,3% dari target defisit APBN akhir tahun ini. Pemerintah sendiri mengalokasikan dana untuk memberikan insentif pajak kepada pelaku usaha sebesar Rp 56,72 triliun. Ini masuk dalam salah satu klaster di program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021. Insentif pajak yang diberikan, seperti PPh 21 ditanggung pemerintah, PPh final UMKM ditanggung pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran PPh 25, dan pengembalian pendahuluan PPN.

Tantangan kelima, lanjut Fadhil Hasan, terdapat ancaman gelombang ketiga Covid-19 dan ancaman tsunami pandemi di Indonesia pascatsunami Covid-19 di India dan negara-negara lainnya yang memaksa penerapan lockdown di negara-negara tersebut. “Perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya gelombang ketiga dan bagaimana seharusnya pemerintah merespons kondisi tersebut. Mobilitas masyarakat meningkat dan kasus positif meningkat sebagaimana disampaikan jubir Satgas Covid-19 Prof Wiku Adisasmito,” ujarnya.

Fadhil menyatakan kelima tantangan harus disikapi oleh Indonesia dengan mengambil langkah yang tepat, cepat dan akurat.

Sumber : Investor.id . Jumat, 30 April 2021.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only