Pengampunan Pajak Jilid II

Pemerintah berencana kembali menggulirkan program pengampunan pajak atau tax amnesty. Aturan mengenai pengampunan pajak tersebut dimasukkan dalam materi Revisi Undang- Undang (UU) 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).

Tax amnesty jilid kedua ini diharapkan segera disetujui oleh parlemen karena revisi UU KUP telah ma suk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021. Bahkan, Presiden Joko Widodo telah berkirim surat ke DPR un tuk membahas isu tersebut bersama pemerintah.

Bersama tax amnesty, pemerintah juga mengajukan revisi peraturan perpajakan lainnya. Peraturan yang direvisi yakni pajak pertambahan nilai (PPN), termasuk pajak penghasilan (PPh) orang per orang, pengurangan tarif PPh Badan dan terkait PPN barang/jasa, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), UU Cukai, dan terkait pajak karbon (carbon tax). Salah satu tujuan program tax amnesty jilid II adalah untuk mengerek penerimaan pajak.

Jika tax amnesty digelar kembali, diharapkan bisa memitigasi shortfall penerimaan pajak. Pajak masih menjadi sumber utama untuk membiayai kebutuhan belanja negara yang terus membengkak untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 dan memulihkan ekonomi nasional.

Tahun lalu, pandemi Covid-19 yang pertama kali menghantam ekonomi Indonesia ber dampak terhadap penerimaan pajak. Hampir seluruh sektor usaha mengalami pemburukan penerimaan pajak akibat pandemi. Tak hanya itu, pandemi membuat optimalisasi pajak lewat intensifikasi maupun ekstensifikasi terganjal.

Data Kemenkeu menun jukkan realisasi penerimaan pajak sepanjang 2020 sebesar Rp 1.070 triliun, atau hanya mencapai 89,3% dari target APBN 2020 yang sudah diubah melalui Perpres 72/2020 senilai Rp 1.198,8 triliun. Angka tersebut kontraksi 19,7% dibandingkan realisasi pada 2019 yang mencapai Rp 1.332,7 triliun. Shortfall penerimaan pajak pada tahun lalu menca pai Rp 128,8 triliun.

Pada 2021, outlook penerimaan pajak sampai pengujung tahun sebesar Rp 1.229,6 triliun. Sedangkan realisasinya hing ga sepanjang kuartal I-2021 minus 5,6% year on year (yoy). Dalam tiga bulan, setoran pajak yang terkumpul hanya sebesar Rp 228,1 triliun.

Indonesia pernah menggelar program tax amnesty jilid pertama pada Juli 2016 hingga Maret 2017 dalam tiga periode. Periode pertama berlangsung sejak 28 Juni 2016 hingga 30 September 2016, dilanjutkan periode kedua dari 1 Oktober 2016 sampai 31 Desember 2016. Lalu, periode ketiga berlangsung mulai 1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017.

Berdasarkan data Kemenkeu, pendapatan negara dari tax amnesty jilid pertama mencapai Rp 135 triliun atau terealisasi 81,81% dari target Rp 165 triliun. Sedangkan deklarasi harta mencapai Rp 4.707 triliun dari target Rp 4.000 triliun atau terealisasi 117,67%. Adapun dari target penarikan dana luar negeri (repatriasi) sebesar Rp 1.000 triliun, realisasinya hanya 14,7% atau senilai Rp 147 triliun.

Pengampunan pajak akan menjadi angin segar bagi dunia usaha di tengah situasi pandemi Covid-19 yang membuat banyak dunia usaha mengalami kesulitan, termasuk untuk memenuhi kewajiban pajak. Pengusaha yang tahun lalu belum melaporkan harta perolehannya akan punya kesempatan memperbaiki la poran hartanya.

Pemerintah pun akan di untungkan dengan kebijakan tersebut, terutama untuk jangka panjang. Ke depannya, kebijakan pengampunan pajak akan meningkatkan basis penerimaan pajak. Partisipasi wajib pajak terhadap tax amnesty jilid kedua kemungkinan tidak sebesar jilid pertama. Apalagi pengampunan pajak jilid pertama baru dilaksanakan lima tahun lalu.

Pada jilid pertama hampir semua perusahaan besar sudah ikut, makanya saat itu realisasi penerimaan tax amnesty bisa tembus di atas Rp 100 triliun. Wajib pajak orang pribadi (WP OP) berpotensi menjadi sasaran tax amnesty jilid ke dua karena wajib pajak badan umumnya hingga kini masih mengindikasikan penurunan profitabilitas.

Ada dua WP OP yang berpotensi ikut tax amnesty. Pertama, orang kaya yang menyimpan hartanya di luar negeri, atau sama seperti sasaran jilid pertama.

Kedua, orang pribadi yang bergelut di du nia digital, misalnya pe laku bisnis strart-up, youtuber, hingga influencer.

Sebelum merealisasikan tax amnesty jilid II, pemerintah harus memperhatikan berbagai aspek yang berpotensi mempengaruhi kepercayaan bagi wajib pajak yang patuh (honest tax payer). Mareka akan kecewa ka rena tidak diuntungkan dari kebijakan ini, sehingga pada akhirnya menurunkan tingkat kepatuhan pajak di masa mendatang.

Pemerintah juga harus memastikan waktu yang tepat untuk menggelar tax amnesty jilid kedua. Hal ini penting agar jangan sampai pelaksanaan tax amnesty jilid kedua justru mencederai rasa keadilan yang berpotensi mereduksi tujuan dari pengampunan pajak itu sendiri. Wajib pajak yang selama ini patuh akan berpikir tidak perlu disiplin dalam membayar atau melaporkan pajak, karena nanti juga ada tax amnesty jilid berikutnya.

Selain itu, kebijakan tax amnesty tidak serta merta akan berpengaruh besar terhadap rasio pajak (tax ratio) atau perbandi ngan antara penerimaan perpajakan de ngan produk domestik bruto (PDB) dalam persen. Mamang tax ratio sempat naik 0,3% ke 10,2% pada 2018. Namun, pada 2019 kembali mencatat penurunan 0,4% menjadi 9,8% dan semakin ambles 1,5% menjadi 8,3% pada 2020 karena pandemi.

Sumber : InvestorDaily.id Kamis, 20 Mei 2021.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only