Kenaikan pajak ekspor crude palm oil atau CPO menjadi sentiment negatif bagi emiten di sektor perkebunan sawit. Sebab, hal itu bakal mengikis harga ekspor riil pemain sawit berkisar 1-5%.
RHB Sekuritas mencatat, pemerintah Indonesia mengeluarkan tiga strategi untuk mengatasi krisis minyak goreng. Pertama, mencabut harga eceran tertinggi minyak goreng kemasan sebesar Rp 14 ribu per liter dan menyubsidi harga minyak goreng curah menjadi Rp 14 ribu per liter.
Kedua, mencabut aturan domestic market obligation (DMO) sebesar 30%. Ketiga, menaikkan pajak ekspor CPO, terdiri atas pungutan ekspor dan bea keluar ekspor dari USD375 per ton menjadi USD575-675 per ton.
“Kebijakan itu bakal berimbas negatif ke pemain CPO. Namun, pemain CPO yang kuat di bisnis hilir akan sedikit diuntungkan, karena tarif pajak ekspor lebih rendah,” tulis RHB dalam catatan harian di Jakarta, kemarin.
RHB mengerti, kebijakan itu ditempuh pemerintah untuk memastikan ketersediaan migor di pasar domestik. Imbasnya, harga CPO di pasar internasional bakal naik. RHB mencatat, total kebutuhan minyak goreng curah di Indonesia sekitar 2,1 juta ton. Itu artinya, subsidi komoditas ini bisa mencapai USD1 miliar, dengan asumsi besarannya Rp 6.400 per liter.
Pada titik ini, pemerintah memutuskan menaikkan pungutan ekspor Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sebab, badan inilah yang akan menyubsidi harga minyak goreng curah.
RHB masih merekomendasikan netral saham sektor sawit Asean. Untuk emiten di Bursa Efek Indonesia, RHB merekomendasikan buy saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), dengan target harga Rp 1.690
Sumber : okezone.com
Leave a Reply