Saat harga minyak terbang, lifting minyak hanya 573.000 barel per hari dari target 703.000
JAKARTA. Indonesia bersiap dengan potensi membengkaknya impor minyak tahun ini. Sebab saat harga minyak mentah masih berada di level yang tinggi, produksi minyak di dalam negeri atau lifting masih jauh di bawah target.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat: rerata harga minyak mentah Indonesia alias Indonesia Crude Price (ICP) pada bulan Desember hingga Januari 2022 mencapai US$ 79,63 per barel, naik sebesar 56,7% dibanding rerata ICP pada periode yang sama 2021.
Tak hanya itu, rerata ICP tersebut juga masih jauh di atas asumsi ICP dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 yang dipatok US$ 63 per barel.
Di sisi lain, realisasi lifting minyak pada bulan Januari 2022 hanya mencapai 573.000 per barel per hari. Angka ini jauh di bawah target yang ada di APBN 2022 yang sebesar 703.000 barel per hari
“Ini adalah sesuatu yang harus kita waspadai. Karena harga minyak meningkat dan kita perlu impor,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (28/3).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor minyak dan gas (migas) pada bulan Januari-Februari 2022 mencapai US$ 5,13 miliar. Angka ini naik 80% dibanding impor migas Januari-Februari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 2,85 miliar.
Sementara itu, impor migas Indonesia di sepanjang tahun 2021, mencapai US$ 25,53 miliar. Angka ini naik 79,03% ketimbang 2020 yang hanya sebesar US$ 14,26 miliar. Adapun rerata ICP sepanjang 2021 mencapai US$ 68,5 per barel, juga naik 69,55% dibanding kan dengan rerata ICP sepanjang tahun 2020 yang tercatat sebesar US$ 40,4 per barel.
Lifting minyak 2022 anjlok dibandingkan dengan tahun 2021 lalu.
Dengan potensi harga minyak yang masih berada di level yang tinggi, di tambah lagi lifting minyak yang masih di bawah target, maka ada potensi impor minyak makin bengkak. Apalagi, Indonesia selama ini juga masih menjadi net importir minyak.
Meski demikian, Menkeu tak menampik bahwa tingginya ICP saat ini membawa angin segar bagi APBN 2022. Terutama, penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA) migas.
Catatan Kemkeu, realisasi PPh migas di dua bulan pertama tahun ini mencapai Rp 13,5 triliun, tumbuh 167,32% year on year (yoy). Sementara realisasi PNBP SDA migas sebesar Rp 15,5 triliun, tumbuh 125,8% yoy.
Meski setiap kenaikan ICP juga membawa konsekuensi pada kenaikan belanja negara, namun demikian APBN masih bisa memperoleh windfall profit alias surplus.
Stabilitas kurs
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa rerata ICP tahun ini bisa mencapai kisaran US$ 85 hingga US$ 86 per barel. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, angka ini lebih tinggi dari perkiraan bank sentral pada Februari lalu US$ 67-US$ 70 per barel. Meski dua proyeksi BI tersebut, sama-sama jauh di atas target ICP dalam APBN 2022. Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto juga memperkirakan, impor minyak bakal membengkak dari tahun lalu.
Apalagi, pertumbuhan perekonomian pada tahun ini juga lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. “Terlebih dalam situasi menjelang mudik Lebaran, maka impor minyak akan naik,” kata Eko.
Di sisi lain, produksi minyak dalam negeri hanya mampu menopang sekitar separuh dari total kebutuhan minyak dalam negeri. Sebab itu, meski harga minyak masih berada di level yang tinggi, pergerakan nilai tukar rupiah juga menjadi faktor yang penting . Ia memprediksi kurs rupiah di level 14.500 / dollar AS.
Sumber : Harian Kontan Selasa 29 Maret 2022 hal 2

WA only
Leave a Reply