Ini Kata Ekonom Soal Proyeksi Defisit Fiskal pada Tahun 2023

JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan pagu indikatif Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah merancang defisit APBN 2022 pada kisaran Rp 562,6 triliun hingga Rp 596,7 triliun atau 2,81% hingga 2,95% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Ini sejalan dengan asa pemerintah untuk menurunkan defisit anggaran di bawah 3% PDB, sejalan dengan mandat Undang-Undang (UU) no. 2 tahun 2022. 

Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat, memang sudah saatnya defisit APBN kembali normal. Selain karena sudah tertulis dalam UU, kondisi terkini dan gambaran kondisi ke depan memang menunjukkan adanya pendapatan negara yang bisa lebih kuat. 

Adapun, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 2.255,5 triliun hingga Rp 2.382,6 triliun atau setara 11,28% PDB hingga 11,76% PDB. Pagu indikatif pendapatan negara pada tahun depan lebih tinggi sekitar 22,17% hingga 29,05% dari target pendapatan negara yang ada dalam APBN 2022 yang sebesar Rp 1.846,14 triliun.

Dari segi pendapatan, masih akan ada faktor positif yang menunjang pundi-pundi negara, seperti peningkatan harga komoditas yang menopang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), plus ada reformasi pajak lewat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang bisa menambah penerimaan pajak. 

Dari sisi belanja, pemerintah mematok belanja negara pada tahun depan sebesar Rp 2.818,1 triliun hingga Rp 2.979,3 triliun, atau setara 14,09% PDB hingga 14,71% PDB. Ini meningkat 3,82% hingga 9,76% dari target belanja dalam APBN 2022 yang sebesar Rp 2.714,16 triliun. 

Nah, agar defisit fiskal terjaga dalam kisaran yang ditetapkan tersebut, maka David melihat pemerintah akan cukup ikat pinggang. “Namun, saya melihat belanja memang akan normalisasi. Karena pada tahun sebelumnya harus ada belanja untuk penanganan pandemi, dan ke depan ada peralihan ke endemi,” ujar David kepada Kontan.co.id, Kamis (14/4). 

Senada dengan David, kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, memang sudah waktunya defisit APBN kembali normal pada tahun 2023. Akan tetapi, Josua menyoroti tantangan yang bisa menghadang kinerja APBN pada tahun depan. 

Dari sisi eksternal, bisa saja masih ada ketidakpastian yang membayangi. Pada saat ini, ekskalasi perang antara Rusia dan Ukraina cukup memengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Bila eskalasi perang ini berlanjut, dan harga energi masih tinggi, maka bisa saja ada kemungkinan belanja yang membengkak. 

Pasalnya, pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat dengan anggaran perlindungan sosial maupun anggaran subsidi. Dalam hal ini, pemerintah perlu menjaga efektivitas belanja dan kebijakan-kebijakan ekonomi agar belanja yang dikeluarkan adalah belanja produktif. 

Lebih lanjut, bila pemerintah bisa tetap menjaga konsolidasi fiskal, ini juga akan membawa angin segar dari sisi peringkat utang. Lembaga-lembaga pemeringkat bisa saja meningkatkan peringkat utang Indonesia sehingga diharapkan Indonesia menjadi lebih kompetitif bila memang membutuhkan penarikan utang. Selain itu, Indonesia bisa dinilai berhasil dalam penanganan pandemi dan baik dalam pengelolaan keuangan. 

Sumber: kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only