JAKARTA. Laju ekonomi yang mulai bergulir membuat pemerintah makin optimistis terhadap penerimaan perpajakan. Untuk 2023 misalnya, pemerintah dan Komisi XI DPR RI menyepakati target penerimaan perpajakan bisa mencapai Rp 1.978 triliun.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara menyebut proyeksi penerimaan pajak ini setara tax ratio 2019 sebesar 9,77%. “Jika proyeksi sebesar itu maka pendapatan di kisaran Rp 1,978 triliun,” katanya saat Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Rabu (8/6).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menjelaskan proyeksi penerimaan perpajakan tersebut memang merupakan hasil dari kesepakatan antara DPR RI dan pemerintah. Proyeksi tersebut diharapkan bisa menjadi pijakan awal saat melakukan pembahasan RAPBN 2023 nantinya.
“Adapun secara terperinci penerimaan setiap jenis pajak masih dalam pembahasan internal pemerintah,” ujar Neilmaldrin kepada KONTAN, Selasa (14/6).
Meski begitu, Neilmaldrin menjelaskan bahwa jenis pajak dengan konstribusi terbesar tahun 2023 diproyeksi masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Jenis pajak yang masih jadi andalan nantinya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta dari Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
PPN & PPh Badan
Proyeksi tersebut diupayakan bisa tercapai dengan beberapa faktor pendorong. Misalnya saja dengan melakukan perluasan basis data melalui implementasi Nomor Induk Keluarga (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Upaya lainnya, kata Neilmaldrin melakukan tindak lanjut program pengungkapan sukarela (PPS).
Upaya berikutnya yang dilakikan otoritas pajak adalah pemberian insentif pajak yang selektif hanya pada sektor yang mendukung pertumbuhan dan kemudahan investasi. Kemudian pihaknya bakal fokus pada kegiatan pengawasan yang lebih terarah melalui implementasi penyusunan Daftar Prioritas Pengawasan (DPP), serta reformasi fundamental pada otoritas pajak melalui implementasi coretax system.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyatakan fokus penerimaan pajak di banyak negara, termasuk Indonesia, di tahun 2023 mulai bergeser dari PPh ke PPN. Khususnya PPN atas konsumsi dalam negeri dan PPN impor.
Ia mengatakan, pemulihan ekonomi akan meningkatkan konsumsi dalam negeri dan rantai produksi. Dengan demikian, menurutnya kedua jenis PPN tersebut juga akan terkerek naik.
Menurutnya, penyebab pergeseran orientasi dari PPh ke PPN adalah karena PPN tidak memiliki banyak isu pelik karena praktik tax avoidance (penghindaran pajak). Sementara itu, kasus-kasus pajak global saat ini berkutat di PPh dengan masalah utama berupa aggressive tax planning (ATP) yang identik dengan tax avoidance.
Selain itu, Prianto sebut penerimaan dari PPh badan juga masih memberikan kontribusi yang signifikan untuk industri tertentu. Contohnya adalah PPh migas juga pertambangan mineral dan batubara.
Sumber : Harian Kontan Rabu 15 Juni 2022 hal 2
Leave a Reply