Surplus Fiskal Tanda Pemulihan Ekonomi Semakin Kuat

Jakarta. Surplus fiskal melebar di Mei didukung oleh pendapatan yang solid dan pengeluaran yang lebih rendah. Surplus fiskal pemerintah melebar di lima bulan pertama 2022 menjadi Rp132,2 triliun, atau sama dengan 0,7 persen dari PDB (vs Rp103,1 triliun, atau 0,6 persen dari PDB di empat bulan pertama 2022).

Pendapatan dan hibah tumbuh 47,3 persen YoY menjadi Rp1.070 triliun (58 persen dari target). Di sisi lain, pengeluaran pemerintah mengalami kontraksi sebesar 0,8 persen YoY menjadi Rp938,2 triliun (34,6 persen dari target). Kebijakan anggaran surplus fiskal adalah kebijakan fiskal yang diakukan oleh pemerintah dengan cara mengendalikan pembelanjaan lebih kecil dari pada Pendapatan.

Analis Mirae Sekuritas Rully Arya Wisnubroto memaparkan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan akan berdampak positif pada kinerja penerimaan pajak hingga akhir 2022. Selain itu, pertumbuhan penerimaan pemerintah diperkirakan akan tetap kuat seiring dengan aktivitas masyarakat yang terus normal.

Sementara itu, pengeluaran akan meningkat untuk mengantisipasi dampak perlambatan ekonomi global dan peningkatan inflasi. Peningkatan signifikan dalam penerimaan pajak dan bukan pajak, berkat pemulihan ekonomi dan harga komoditas yang tinggi.

Penerimaan pajak pada lima bulan 2022 meningkat cukup signifikan sebesar 53,6 persen YoY menjadi Rp705,8 triliun (vs. 55,8 persen dari target) sementara pendapatan bukan pajak melonjak 33,7 persen YoY menjadi Rp224,1 triliun (vs 66,8 persen  dari target).

Kinerja penerimaan pajak yang kuat didukung oleh tingginya harga komoditas dan berlanjutnya pemulihan ekonomi domestik. Faktor lain yang berkontribusi terhadap pendapatan pajak yang solid adalah penerapan program pengungkapan sukarela dan tarif PPN yang lebih tinggi.

“Pemulihan ekonomi menyebabkan pajak penghasilan badan yang lebih tinggi secara signifikan sebesar 127,5 persen YoY selama lima bulan di 2022, terutama karena pendapatan bisnis yang lebih kuat di sektor swasta. Sebagai catatan, pajak penghasilan badan menyumbang 27,0 persen  dari penerimaan pajak,” kata dia dalam risetnya, dikutip Senin, 27 Juni 2022.

Berdasarkan industri, pajak penghasilan badan untuk industri manufaktur (30,1 persen dari pajak penghasilan badan) dan perdagangan (23,2 persen terhadap pajak penghasilan badan) melonjak masing-masing sebesar 50,7 persen dan 72,1 persen YoY, pada lima bulan 2022.

Imbas harga komoditas  

Sementara itu, harga komoditas yang tinggi menyebabkan penerimaan pajak dari industri pertambangan (10,1 persen dari pajak penghasilan badan) melonjak sebesar 296,3 persen secara  YoY.

Peningkatan PNBP juga didukung oleh kenaikan harga komoditas. Sebagai catatan, PNBP migas dan nonmigas masing-masing melonjak 98,1 persen dan 105,3 persen YoY, termasuk minyak, gas, batu bara, dan nikel.

Pengeluaran pemerintah

Pengeluaran pemerintah terus melambat karena proses konsolidasi fiskal. Di sisi belanja, belanja pemerintah pusat naik tipis 1,0 persen YoY menjadi Rp653,9 triliun, menyiratkan 33,6 persen dari target tahun ini.

Seiring dengan berlanjutnya konsolidasi fiskal, belanja pegawai dan belanja modal hanya tumbuh masing-masing sebesar 4,7 persen dan 1,5 persen YoY menjadi Rp101,1 triliun dan 41,7 triliun.

Sementara itu, pengeluaran material turun 17,2 persen YoY menjadi Rp109,6 triliun, diikuti oleh pengeluaran terkait kesehatan yang turun 10,1 persen YoY menjadi Rp59,2 triliun.

Pemerintah masih fokus pada subsidi dan belanja sosial sebagai shock absorber dari ketidakpastian global dan harga pangan yang tinggi.

Dengan demikian, kedua pengeluaran tersebut meningkat masing-masing sebesar 33,3 persen dan 11,7 persen YoY menjadi Rp75,4 triliun dan Rp157,9 triliun.

Belanja barang modal

Belanja barang modal untuk penanganan covid-19 dan program pemulihan ekonomi turun 35,6 persen YoY menjadi Rp25 triliun. Transfer regional dan dana desa melemah, menyusut 4,6 persen YoY menjadi Rp284.3 triliun  di lima bulan 2022 (vs Rp 298 triliun di lima bulan 2021).

Pembiayaan yang lebih fleksibel karena surplus fiskal; Pemerintah akan lebih fokus pada penerbitan obligasi ritel.

Dengan tren surplus fiskal saat ini, penerbitan bersih obligasi pemerintah di lima bulan 2022 turun 78,5 persen YoY menjadi hanya Rp75,3 trilun (vs Rp 348 triliun di lima bulan 2021).

Karena pembiayaan yang lebih fleksibel, pemerintah akan lebih fokus pada penerbitan obligasi domestik, khususnya obligasi ritel di tengah ketidakpastian pasar global.

Sampai saat ini, pemerintah telah menerbitkan SBR011, penerbitan dan jumlah investor yang berpartisipasi sebesar Rp13,9 triliun. Kondisi fiskal yang sehat memberikan fundamental yang kuat memasuki kuartal II-2022.

Target defisit tahun ini adalah Rp868 triliun (4,9 persen dari PDB). Dengan tren surplus fiskal pada lima bulan pertama tahun ini, realisasi defisit seharusnya lebih rendah dari perkiraan. Kondisi fiskal yang sehat saat ini memberikan landasan yang kuat terhadap risiko perlambatan global dan tekanan inflasi yang lebih tinggi.

Sumber : Medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only