JAKARTA. Kendati Program Pengungkapan Sukarela (PPS) telah resmi ditutup pada pekan lalu, topik mengenainya masih meramaikan pemberitaan media massa sepanjang pekan ini. Ada sejumlah poin yang masih jadi perhatian wajib pajak terkait dengan kebijakan pasca-PPS, termasuk soal adanya risiko dikenainya PPh final tambahan.
Seperti diketahui, PPh final tambahan bisa saja dikenakan apabila wajib pajak tidak kunjung merepatriasi harta luar negeri sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan. Asal tahu saja, peserta PPS yang sudah menyatakan akan mengalihkan hartanya dari luar negeri ke Indonesia harus merealisasikan repatriasinya paling lambat 30 September 2022.
Jika sudah direpatriasi, harta tersebut tidak dapat dialihkan ke luar negeri paling singkat 5 tahun terhitung sejak diterbitkannya surat keterangan.
Menindaklanjuti hal ini, Ditjen Pajak (DJP) akan menyampaikan surat teguran kepada wajib pajak yang tak memenuhi ketentuan batas waktu pengalihan harta bersih. Wajib pajak bisa merespons surat teguran dengan cara menyampaikan klarifikasi atau membayar PPh final tambahan.
Selain soal PPS, pemberitaan lain yang juga ramai dibicarakan netizen berkaitan dengan ketentuan PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS). Otoritas mengingatkan kalau pengenaan PPN KMS tidak hanya untuk pembangunan rumah, tetapi juga termasuk pembangunan ruko, pagar, kolam, baik berupa bangunan baru atau perluasan.
Pasal 2 ayat (3) PMK 61/2022 menyebutkan KMS merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan. Hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Bangunan berupa 1 atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan beberapa kriteria. Pertama, konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja.
Kedua, diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Ketiga, luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2. Adapun KMS dapat dilakukan secara sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu atau bertahap sepanjang tenggang waktu antara tahapan tidak lebih dari 2 tahun.
Namun, perlu dicatat juga bahwa pelaporan atas penyetoran PPN KMS hanya berlaku untuk pengusaha kena pajak (PKP).
Selanjutnya, ada juga pemberitaan mengenai transformasi layanan administrasi Pengadilan Pajak berupa e-tax court. Rencananya, Sekretariat Pengadilan Pajak akan melakukan uji coba e-tax court pada November 2022 dan meluncurkannya pada Januari 2023 mendatang.
Sampai Juni 2022, progres penyelesaian sistem e-tax court sudah mencapai 50,2%.
Dengan e-tax court, nantinya seluruh proses administrasi persidangan Pengadilan Pajak mulai dari berkas sengketa masuk hingga putusan keluar akan dilakukan secara paperless.
“Untuk fitur yang disediakan pada e-tax court rencananya adalah e-registration, e-filing, e-litigation, e-putusan, dan dashboard (beranda),” tulis Sekretariat Pengadilan Pajak.
Sumber : ddtc.co.id
Leave a Reply